Bukti Metformin untuk Obat Anti Penuaan

PENDAHULUAN

Metformin tuh obat diabetes sintetis yang keren banget buat diminum dan bikin tubuh lebih sensitif sama insulin. Buat kebanyakan pasien, ini jadi obat andalan pertama buat ngatasi diabetes tipe 2 (T2DM). Metformin pertama kali dibuat tahun 1922, terinspirasi dari obat tradisional yang pake tanaman Galega officinalis yang punya zat aktif tapi beracun buat ngatasi ‘air seni manis’. Baru deh, tahun 1958 di Perancis, metformin mulai dipake buat ngatasi T2DM dan sekarang udah lebih dari 60 tahun dipake sama lebih dari 150 juta orang setiap hari. Selain murah karena udah nggak dipatenin, metformin juga aman, cuma efek sampingnya kebanyakan di pencernaan kayak sakit perut, kembung, diare, mual, sama muntah yang terjadi sekitar 20-30% pasien. Tapi efek samping ini biasanya nggak parah banget, kecuali buat 5% orang yang harus ganti obat karena nggak tahan. Selain itu, meformin juga bisa berinteraksi dengan obat-obat yang lain jika dionsumsi bersamaan dengan obat yang lain.

Kadang efek samping di pencernaan ini bisa terjadi karena metformin numpuk di usus dan ngubah mikrobiota. Ada juga efek samping serius kayak asidosis laktat, tapi jarang banget dan bisa dihindarin kalau nggak dikasih ke pasien dengan ginjal atau hati yang rusak parah. Beberapa penelitian nunjukin kalau metformin yang dipake lama bisa bikin kekurangan vitamin B12, jadi penting buat ngecek kadar B12 kalau pake metformin dalam jangka panjang. Selain itu, metformin juga bantu nurunin berat badan buat banyak pasien dan nggak bikin hipoglikemia. Bahkan ada data dari Program Pencegahan Diabetes (DPP) yang nunjukin metformin efektif mencegah diabetes buat yang pradiabetes, dan setelah 10 tahun berat badan bisa turun rata-rata 2,1 kg. Tapi, metformin belum disetujui buat obat penurun berat badan karena efeknya beda-beda dan buat cewek dengan PCOS, lemak visceral nggak selalu berkurang walau berat badan turun.

Menurut WHO, diabetes dan penyakit kardiovaskular nyumbang sekitar 22 juta kematian tiap tahun. Dengan metformin yang dipake banyak, ada harapan buat tahu apakah metformin punya sifat anti-penuaan. Definisi anti-penuaan yang dipake di sini adalah tindakan yang mencegah atau ngatasi penyakit terkait usia, jadi bikin masa hidup sehat lebih panjang. Istilah ini mungkin kontroversial karena susah diukur, tapi sering dipake jadi kita tetep pake dengan pengertian ini. Pengurangan penyakit bisa ningkatin masa hidup, beda dengan memperpanjang umur yang gampang diukur.

Penggunaan metformin buat T2DM naik gila-gilaan abis hasil studi UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study) keluar, yang nunjukin kalo metformin punya manfaat buat jantung. Dulu, orang kira metformin kerja buat diabetes lewat efek di hati doang, tapi sekarang kita tau usus juga ikut main peran penting dengan ngatur kadar GLP-1. Manfaat metformin dalam ngurangin penyakit mikrovaskular juga didukung sama tindak lanjut 10 tahun dari studi UKPDS. Studi lain juga bilang metformin bisa ngurangin morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dibanding obat lain. Data ini bilang kalo metformin bisa ngurangin kematian dan penuaan sistem kardiovaskular yang dipercepat sama penyakit. Selain efek anti-hiperglikemik, metformin juga langsung melindungi endotelium. Data yang ada bikin perdebatan apakah manfaat metformin lebih dari sekadar anti-hiperglikemik, tapi juga sebagai obat anti-penuaan yang ningkatin harapan hidup dan memperpanjang umur.

Selain manfaat sebagai obat anti-hiperglikemik, metformin juga bisa ngurangin risiko aterosklerosis buat orang non-diabetes yang berisiko kena T2DM. Minat pada potensi manfaat metformin makin luas, termasuk buat PCOS, preeklamsia, kanker, artritis reumatoid, malaria, dan efek antibiotik dan antivirus. Dengan banyaknya manfaat metformin, ada yang nyebut ini sebagai “Aspirin abad ke-21”.

Dalam tinjauan ini bakal dirangkum bukti yang mendukung atau nggak mendukung efek anti-penuaan metformin. Ini bakal jelasin jalur anti-penuaan yang diaktifkan metformin dan lihat uji klinis yang sedang berjalan apakah metformin punya efek positif pada masa hidup sehat dan umur panjang. Penting buat ngevaluasi kekuatan bukti dan reproducibility-nya serta perhatian khusus saat nerjemahin data dari studi pra-klinis ke efikasi terapeutik.

The Putative Relationship Between Metformin and Aging

Berdasarkan tinjauan dari 53 penelitian, Campbell et al. nyimpulin bahwa meskipun metformin dikenal sebagai obat anti-diabetes, ternyata obat ini juga bisa nurunin kematian dari berbagai penyakit yang mempercepat penuaan, termasuk kanker dan penyakit kardiovaskular.

Gen dan jalur pensinyalan sel yang terkait dengan siklus sel, kematian sel, perbaikan DNA, mitokondria, imunitas, pensinyalan nutrisi, dan hormon pertumbuhan IGF-1 yang dimediasi lewat jalur PI3K/AKT/mTOR, banyak diteliti buat strategi anti-penuaan. Potensi biguanida sebagai geroprotektor udah dibahas sejak tahun 1980. Metformin, dengan efeknya yang meningkatkan sensitivitas insulin, bisa ngurangin insulin dan menormalkan kadar IGF-1. Efek metformin pada IGF-1 berhubungan dengan kemampuannya sebagai aktivator AMP-activated kinase (AMPK) dan penghambat pensinyalan jalur mTOR, yang berperan penting dalam regulasi metabolisme sel, termasuk pensinyalan nutrisi dan pertumbuhan yang dimediasi oleh IGF-1. Pensinyalan mTOR ini terkait dengan percepatan penuaan dan perkembangan berbagai penyakit.

AMPK adalah pengatur utama dari banyak jalur seluler yang terkait dengan rentang hidup sehat, termasuk manfaat dari pembatasan kalori. Sebagai aktivator AMPK, metformin jadi sorotan sebagai obat anti-penuaan yang potensial. Sensitivitas terhadap AMPK menurun seiring bertambahnya usia, makanya aktivator AMPK seperti metformin bisa jadi penting buat menunda penuaan.

Pada invertebrata kayak nematoda Caenorhabditis elegans (C. elegans), mutasi di jalur DAF-2, yang ngode jalur IGF-1, atau jalur pensinyalan mTOR bisa memperpanjang umur. Metformin yang ditambahkan ke makanan bisa nunda penuaan dan ningkatin umur pada C. elegans dan hewan pengerat. Pada C. elegans, efek ini, setidaknya sebagian, dikaitkan dengan perubahan mikrobioma dan modifikasi metabolisme folat dan metionina mikroba. Tapi, penelitian ini pake konsentrasi metformin yang tinggi banget, dari 10 hingga 150 mM, yang kalau diterapkan ke manusia setara dengan dosis sekitar 5 kg per hari, jelas dosis segitu bakal fatal buat manusia.

Pada C. elegans tua, semua konsentrasi metformin dari 10, 25, dan 50 mM terbukti beracun dan mengurangi umur. Toksisitas yang meningkat pada cacing tua dikaitkan dengan berkurangnya kelimpahan mitokondria dan kemampuan menghasilkan ATP. Jalur yang sama juga diteliti pada mamalia, di mana umur dan kesehatan diperpanjang lewat modifikasi jalur 'penuaan' atau obat-obatan, termasuk metformin.

Metformin juga mengubah mikrobioma pada manusia, yang penting buat efek terapi anti-hiperglikemik, efek samping gastrointestinal, dan mungkin efek anti-penuaan. Metformin punya bioavailabilitas sekitar 50% dan obat yang nggak terserap bakal keluar lewat tinja. Konsentrasi metformin di usus bisa mencapai level mM. Metformin juga ningkatin pelepasan GLP-1, yang berkontribusi signifikan pada efek antihiperglikemiknya. Metformin yang diberikan secara IV ternyata nggak efektif buat nurunin hiperglikemia, menunjukkan pentingnya mekanisme yang dimediasi usus buat aksi metformin.

Penelitian lebih lanjut nunjukin bahwa metformin bisa ngurangin berat badan lewat sekresi Growth Differentiation Factor 15 (GDF15), yang terlibat dalam banyak fungsi fisiologis dan patofisiologis. GDF15 diketahui mengurangi nafsu makan lewat aksi di otak belakang. Data dari uji coba ORIGIN juga mengaitkan GDF15 dengan hasil CV positif dan peningkatan pada pasien yang menerima metformin.

Secara keseluruhan, data ini menunjukkan hubungan antara efek anti-penuaan metformin, penurunan berat badan, dan manfaat kardiovaskular yang terpisah dari efek metformin pada homeostasis glukosa. Namun, peningkatan kadar GDF15 juga dikaitkan dengan pertumbuhan tumor dan prognosis yang buruk pada pasien kanker, menimbulkan pertanyaan apakah GDF15 bertindak sebagai penekan atau promotor tumor dan sebagai target pengobatan kanker.

Protein Kinase yang Diaktifkan AMP

AMPK adalah sensor energi yang berfungsi mengkoordinasikan berbagai jalur sinyal protektif dan konservasi energi, termasuk jalur yang diaktifkan oleh pembatasan kalori. AMPK ini sering disebut sebagai pengukur bahan bakar sel karena perannya sebagai sensor energi (Gambar 1). AMPK diaktifkan melalui stres metabolik dan bertindak sebagai pengatur seluler metabolisme lipid dan glukosa. Aktivasi AMPK bisa menghambat glukoneogenesis hati, meningkatkan sensitivitas insulin, meningkatkan penyerapan glukosa oleh otot, dan meningkatkan oksidasi asam lemak.

Metformin menghambat kompleks mitokondria 1. Dalam skema ini, metformin diangkut ke dalam sel melalui transporter kation organik, OCT 1, 2, dan 3 serta transporter monoamina membran plasma (PMAT). Pengangkutan metformin keluar sel dimediasi melalui transporter ekstrusi multiobat dan toksin (MATE1/2). Metformin diperkirakan memediasi sebagian besar efek selulernya melalui aktivasi AMPK dan, dalam skema ini, metformin menghambat rantai transpor elektron kompleks mitokondria 1, yang menyebabkan penurunan kadar ATP, meningkatkan rasio AMP/ATP, sehingga meningkatkan aktivasi AMPK dan juga mengurangi pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS). Aktivasi AMPK menyebabkan penghambatan jalur mTOR, yang akan berkontribusi pada efek antitumor metformin. Metformin juga terbukti mengaktifkan AMPK melalui serin-treonin liver kinase B1 (LKB1) tempat terjadinya fosforilasi (p) (aktivasi) AMPK. Produk protein SIRT1, sirtuin1, adalah deasetilase hulu, yang mengaktifkan LKB1 melalui deasetilasi seperti yang ditunjukkan pada gambar dengan hilangnya ac, pada saat stres seluler dan penurunan energi seluler, saat rasio NAD+/NADH tinggi dan juga merupakan tempat kerja metformin.
Metformin menghambat kompleks mitokondria 1

Selain itu, metformin menghambat respons inflamasi melalui penghambatan faktor nuklir κB (NFκB) dengan melibatkan AMPK. Peningkatan aktivitas AMPK juga menjelaskan efek perlindungan metformin pada fungsi endotel melalui aktivasi sintase oksida nitrat endotel (eNOS), yang melawan efek negatif lingkungan diabetes pada fungsi kardiovaskular. AMPK menghambat pensinyalan melalui mTOR dan melalui tindakan ini dapat berkontribusi pada penurunan kejadian beberapa kanker yang telah dikaitkan dengan penggunaan metformin (lihat Tabel 2). Berkurangnya sensitivitas terhadap aktivasi AMPK seiring bertambahnya usia atau penyakit dapat mengakibatkan berkurangnya harapan hidup dan kualitas hidup.

Meskipun data ini mendukung argumen bahwa metformin meningkatkan harapan hidup dan kualitas hidup, perlu hati-hati karena beberapa studi pra-klinis in vitro menggunakan konsentrasi metformin yang sangat tinggi, jauh di atas tingkat terapeutik pada manusia. AMPK diatur oleh dua kinase serin treonin hulu: LKB1 dan Ca2+/calmodulin-dependent protein kinase kinase β (CaMKKβ). AMPK juga diatur secara positif oleh nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) deacetylase, sirtuin-1. Sirtuin-1 adalah produk protein dari gen anti-penuaan SIRT1, yang menargetkan residu lisin dalam protein, termasuk histon dan penekan tumor, LKB1 dan p53. Pada sel endotel, metformin terbukti meningkatkan fosforilasi dan aktivitas LKB1.

Penuaan merupakan faktor utama dalam perkembangan penyakit kardiovaskular, dan ekspresi sirtuin-1 diperlukan agar metformin bisa melindungi sel endotel dari penuaan yang diinduksi hiperglikemia. Analisis in silico menunjukkan bahwa metformin dapat secara langsung mengaktifkan SIRT1. Yang penting, LKB1 merupakan penekan tumor dan mutasi pada LKB1 diamati pada banyak kanker, yang mengurangi efek penghambatan jalur LKB1/AMPK pada pensinyalan pro-proliferatif melalui mTOR.

Secara keseluruhan, data ini menunjukkan bahwa metformin, melalui hubungannya dengan AMPK, LKB1, sirtuin-1, dan mekanisme seluler lainnya, dapat meningkatkan rentang hidup sehat dan harapan hidup dengan mengurangi penuaan sel dan menghambat jalur pro-proliferatif.

AMPK sebagai Target Metformin

Metformin telah menerima perhatian yang signifikan karena kemampuannya mempengaruhi jalur metabolisme di hati dan otot rangka melalui aktivasi AMPK. Aktivasi ini sekunder dari penghambatan metformin pada kompleks mitokondria 1, yang menurunkan rasio ATP/AMP dan dengan demikian mengaktifkan AMPK. Ada tiga mekanisme utama bagaimana peningkatan tingkat AMP mengaktifkan AMPK:

1. Aktivasi Alosterik: AMP mengikat subunit Υ dari AMPK, menyebabkan aktivasi alosterik.

2. Promosi Fosforilasi: AMP mempromosikan fosforilasi Thr-172 pada AMPK.

3. Penghambatan Defosforilasi: AMP menghambat defosforilasi Thr-172, menjaga AMPK dalam keadaan aktif.

Selain itu, peningkatan AMP mengurangi aktivasi adenilat siklase, yang pada gilirannya mengurangi pelepasan glukagon. Mekanisme ini memberikan dasar bagaimana metformin dapat memediasi berbagai efek selulernya melalui AMPK.

Bukti menunjukkan bahwa metformin menargetkan kompleks 1 mitokondria, dan ini didukung oleh berbagai penelitian. Penghambatan kompleks 1 ini diyakini mengurangi pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS) dan menurunkan rasio ATP/AMP, yang kemudian mengaktifkan AMPK dan menghambat jalur mTOR, berkontribusi pada efek antitumor metformin.

Namun, ada beberapa perdebatan mengenai mekanisme ini, terutama karena konsentrasi tinggi metformin yang digunakan dalam banyak studi kultur sel. Aktivasi AMPK oleh metformin telah diamati pada konsentrasi yang lebih rendah dalam kondisi yang sebanding dengan kadar plasma terapeutik pada manusia. Ada juga bukti bahwa metformin dapat memiliki efek independen dari jalur AMPK/LKB1 pada glukoneogenesis.

Penting untuk mempertimbangkan bahwa metformin mungkin terakumulasi dalam mitokondria dalam konsentrasi yang cukup tinggi karena potensial membran mitokondria, seperti yang dijelaskan oleh Owen et al. Studi Chien et al. mendukung hipotesis ini, menunjukkan bahwa metformin dapat terperangkap dalam organel intraseluler seperti mitokondria.

Penelitian lain, seperti yang dilakukan oleh Madiraju et al., menunjukkan bahwa dalam sel Hepa1-6, meskipun terpapar metformin hingga 1000 μM, tidak ada efek penghambatan yang diamati pada aktivitas kompleks I-IV, dan metformin sebagian besar tetap di sitosol. Selain itu, dalam studi in vivo pada tikus yang diberi diet tinggi lemak (HFD), aktivitas kompleks 1 dan kepadatan mitokondria meningkat melalui mekanisme yang bergantung pada AMPK.

Secara keseluruhan, meskipun data mendukung peran metformin dalam penghambatan kompleks 1 mitokondria, ada keraguan apakah ini adalah target utama yang menjelaskan semua efek terapeutik metformin. Penelitian klinis menunjukkan bahwa respirasi kompleks 1 mitokondria tetap normal dalam biopsi otot rangka dari pasien T2DM yang diobati dengan metformin, menimbulkan pertanyaan tentang kontribusi penghambatan kompleks 1 sebagai mekanisme utama aksi metformin.

Metformin dan Fungsi Mitokondria

Jadi, lu tau mitokondria tuh penting banget buat metabolisme oksidatif, kan? Nah, ada hubungannya nih antara obesitas, resistensi insulin, dan disfungsi mitokondria yang bikin penumpukan metabolit beracun. Beberapa penelitian nunjukin kalo fungsi mitokondria itu terganggu pada diabetes, dan kalo makin parah karena metformin, bisa bahaya banget buat pasien T2DM, kayak yang keliatan di efek metformin pada C. elegans yang udah tua. Aktivitas kompleks 1 di mitokondria dari biopsi otot rangka lebih rendah pada T2DM dan orang yang obesitas dibandingin sama orang kurus tanpa diabetes. Meskipun data ini nggak sepenuhnya nolak argumen kalo metformin bekerja ngelawan hiperglikemia lewat penghambatan kompleks 1 mitokondria, bukti ini nunjukin kalo penghambatan lebih lanjut bisa bikin disfungsi mitokondria makin parah dan nambahin efek toksik metformin, kayak asidosis laktat, yang walaupun jarang, tetap ada.

Metformin bisa jadi punya peran penting dalam regulasi 'kontrol kualitas' mitokondria dan ngarahin dinamika seluler ke populasi yang lebih sehat lewat mitofagi, yaitu penghapusan mitokondria yang rusak. AMPK juga ikut ngatur biogenesis mitokondria, jadi ada hubungan antara metformin, AMPK, dan peningkatan fungsi mitokondria. Fungsi mitokondria menurun seiring bertambahnya umur karena peningkatan spesies oksigen reaktif (ROS) dan akumulasi mutasi pada DNA mitokondria. Kalo metformin bisa ngimbangin penurunan fungsi mitokondria ini, kayak yang disaranin beberapa penelitian, efek ini bisa berkontribusi buat ningkatin kesehatan dan umur panjang.

Yang menarik, baik metformin maupun resveratrol, antioksidan yang ada dalam anggur, bisa ngelambatin pembelahan mitokondria yang diinduksi oleh ROS. Ada beberapa penelitian yang juga bilang kalo resveratrol punya efek anti-penuaan pada beberapa spesies, yang berhubungan sama deasetilase sirtuin-1, mirip sama mekanisme yang dijelasin buat metformin. Tapi, konsentrasi resveratrol dalam makanan kayak anggur itu jauh di bawah jumlah yang mungkin punya efek signifikan pada penuaan.

Secara keseluruhan, data ini nunjukin peran penting metformin dalam regulasi fungsi mitokondria, yang bisa dikaitin sama efek menguntungkan pada kesehatan dan umur panjang.

Sifat Farmakokinetik Metformin

Buat nge-eskalasi data dari studi in vitro ke efektivitas terapi in vivo, penting buat liat dulu sifat farmakokinetik metformin. Pas diresepin dalam dosis oral biasa 250 sampe ~2550 mg/hari buat pengobatan T2DM dan kalo fungsi ginjalnya oke-oke aja, gak mungkin kadar plasma puncak metformin bakal lebih dari 15-20 μM, dengan kadar palung antara 1-5 μM, dan waktu paruh plasma sekitar 3 sampai 5 jam. Metformin itu obat hidrofilik basa kuat dengan pKa sekitar 11, gak dimetabolisme dan diekskresikan terutama sama ginjal. Tingkat ekspresi transporter kation organik yang jenuh bakal nentuin laju penyerapan metformin dari usus dan distribusi serta ekskresi seluler metformin. Ada tiga kelas berbeda dari transporter selektif kation organik yang bisa dipake metformin: Transporter Kation Organik (OCT) 1, 2, dan 3 (SLC22A1, A2, A3); Transporter Monoamina Membran Plasma (PMAT; SLC29A4); dan Protein Ekstrusi Multiobat dan Toksin (MATE) 1 dan 2 (SLC47A1, A2), buat masuk dan keluar sel. Tingkat ekspresi tinggi transporter influks dalam sel bisa bikin akumulasi metformin jadi lebih tinggi banget sehingga bisa mengakibatkan toksisitas selektif dan kematian sel, seperti yang dipostulatkan buat ngejelasin efek antikanker obat tersebut. Tapi, dengan waktu paruh plasma sekitar 3 sampai 5 jam, dan tergantung jadwal pemberian dosis, kecil kemungkinan akumulasi metformin seluler yang signifikan terjadi selain di enterosit usus pas obat ini dipake buat pengobatan T2DM.

Penting buat liat hasil dari studi in vitro yang pake konsentrasi metformin mikromolar dan milimolar tinggi, sering kali buat waktu paparan lama, secara kritis karena data itu mungkin gak gampang diubah jadi efek pas dipake di manusia. Perbandingan yang berguna antara dosis metformin yang dipake secara terapeutik sama studi pra-klinis dilakuin sama Badrick dan Renehan, yang nunjukin kalo buat studi pra-klinis yang dilakuin secara in vivo, dosisnya berkisar antara x2 sampai x45 dosis terapeutik dan buat studi yang dilakuin secara in vitro, konsentrasinya berkisar antara x25 sampe x1000 lebih tinggi daripada yang diamati pada pasien.

Alasan buat penggunaan metformin konsentrasi tinggi dalam studi in vitro udah dikasih. Misalnya, Onken dan Driscoll ngelaporin kalo tindakan anti-penuaan metformin dalam C. elegans cuma keliatan dengan metformin 50 mM dan gak pada konsentrasi yang lebih rendah, dan mereka bilang: “C. elegans punya kutikula dan lapisan usus yang sangat protektif yang umumnya ngebatasin penyerapan obat sehingga gak jarang obat polar diaplikasiin pada konsentrasi 1000 kali lebih tinggi daripada afinitas yang diprediksi buat target; kadar fisiologis obat pada hewan diantisipasi jauh lebih rendah.” Meskipun alasan ini mungkin bener buat C. elegans, penyerapan dan distribusi metformin pada mamalia juga tergantung pada transporter kation organik (OCT) dan oleh karena itu argumen yang sama harus diterapin pada spesies lain kecuali kalo bisa dibuktiin kalo C. elegans punya tingkat ekspresi transporter masuk yang sangat rendah dan ekspresi transporter ekstrusi yang tinggi sehingga ngebenarin penggunaan dosis mM yang tinggi. Demikian pula, yang lain udah ngebela kadar obat sebagai kadar plasma yang cocok pada manusia dan gak ngeh sama waktu paruh metformin yang pendek; obat yang gak dimetabolisme, yang kadar plasmanya turun dengan cepat pas metformin dikeluarin dari lokasi seluler dan diekskresikan oleh ginjal.

Metformin dan Mortalitas pada Pasien Diabetes

Data dari berbagai penelitian nunjukin kalo pasien T2DM yang pake metformin punya tingkat kelangsungan hidup yang lebih oke dibandingin sama kelompok kontrol non-diabetes. Dalam sebuah studi yang ambil data observasional retrospektif dari UK Clinical Practice Research Datalink, pasien T2DM yang cuma pake metformin atau sulfonilurea dibandingin sama kelompok kontrol non-diabetes yang usianya dan jenis kelaminnya sama. Data ini nunjukin kalo pasien non-diabetes yang cocok punya median waktu bertahan hidup 15% lebih rendah dibanding pasien diabetes yang cuma pake metformin. Sementara itu, pasien diabetes yang cuma pake sulfonilurea punya waktu bertahan hidup 38% lebih rendah dibanding kelompok metformin. Secara keseluruhan, data ini kayaknya nunjukin ada manfaat kelangsungan hidup yang jelas dari penggunaan metformin. Tapi, tingkat kelangsungan hidup yang lebih rendah di kelompok sulfonilurea mungkin nunjukin efek negatif dari obat sulfonilurea buat mortalitas, kayak yang udah dilaporin dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

Di sisi lain, ulasan sistematis terbaru nyimpulin kalo metformin bisa signifikan nurunin mortalitas dari semua penyebab dan kejadian kardiovaskular pada pasien dengan T2DM dan penyakit ginjal kronis ringan/sedang. Sama juga, meta-analisis yang tujuanannya buat nentuin manfaat kardiovaskular dari metformin dalam kombinasi dengan obat anti-diabetik yang lebih baru kayak incretin (agonis GLP-1), inhibitor dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), dan inhibitor sodium-glucose co-transporter 2 (SGLT2) nunjukin efek positif dan netral dari penambahan metformin. Meski begitu, karena belum ada studi kontrol acak (RCT) berbasis plasebo yang dirancang dengan pas buat dibandingin dengan agonis GLP-1, inhibitor DPP-4, dan SGLT2, masih ada keraguan kalo metformin beneran ngurangin risiko kardiovaskular yang terkait dengan diabetes.

Metformin dan Fungsi Endotel dan Penyakit Kardiovaskular

Endotelium itu punya peran penting banget buat ngatur fungsi kardiovaskular dan jadi sumber molekul sinyal penting, yaitu oksida nitrat (NO). Furchgott dan Zawadski adalah yang pertama kali ngasih tau kalo endotelium yang utuh dan nggak rusak itu penting supaya asetilkolin bisa memediasi respons vasodilator. Sekarang kita nyebut asetilkolin sebagai vasodilator yang bergantung pada endotelium, dan kita juga tau kalo disfungsi endotel, yang bisa dibilang sebagai respons vasodilator yang menurun terhadap asetilkolin, itu jadi indikator awal buat penyakit kardiovaskular.

Robert Furchgott, barengan sama Louis Ignarro dan Ferid Murad, dapet Hadiah Nobel Fisiologi dan Kedokteran tahun 1998 karena penemuan mereka mengenai oksida nitrat sebagai molekul sinyal dalam sistem kardiovaskular. Hebatnya, penelitian mikroskopi dari Dr. Rudolf Altschul di Saskatoon, Kanada, jauh lebih awal, udah nemuin hubungan antara hiperkolesterolemia dan perubahan patologis pada endotelium. Dr. Altschul bahkan bilang dalam kata pengantarnya di bukunya tahun 1954:

“Karena sebagian besar penyakit jantung disebabkan oleh trombosis koroner, yang merupakan lesi pada pembuluh darah yang nyuplai jantung itu sendiri, kita bisa bilang bahwa, di Amerika Utara, sebagian besar orang yang meninggal karena kematian alamiah menderita penyakit pembuluh darah. Dan, karena pembuluh darah itu pada dasarnya adalah tabung endotel dengan dinding sekunder yang bersifat aksesori, bisa disimpulkan bahwa endotelium punya peranan penting dalam kehidupan kita dan kegagalannya bisa bikin banyak orang meninggal.”

Katanya, usia seseorang itu sama dengan usia arterinya. Mengingat pentingnya endotelium dalam fungsi arteri, gue mau bilang bahwa usia seseorang sama dengan usia endotheliumnya.

Nah, pertanyaannya sekarang: “Apakah metformin punya efek anti-penuaan langsung pada endotelium?” Berdasarkan tinjauan literatur, jawabannya kayaknya “iya”, meskipun data klinis bisa jadi cuma sekunder dibandingin dengan tindakan metformin buat ningkatin sensitivitas insulin dan nurunin kadar glukosa darah. Banyak literatur dari studi pra-klinis dan klinis yang nunjukin metformin melindungi fungsi endotel dari efek diabetes. Misalnya, Mather et al. pake pletismografi pengukur regangan lengan bawah buat liat efek metformin pada aliran darah lengan bawah setelah pemberian asetilkolin intra-arteri brakialis, dibandingin dengan respons terhadap vasodilator independen endotelium, natrium nitroprusida dan verapamil, pada pasien T2DM. Mereka laporin kalo metformin meningkatkan vasodilatasi yang bergantung pada endotelium dibandingin dengan plasebo, tapi nggak pada endotelium, jadi nyorotin kalo disfungsi primer dalam aliran darah bukan karena otot polos vaskular tapi karena disfungsi endotel.

Penelitian terkontrol plasebo acak yang lebih besar dengan 390 pasien yang nerima dosis harian antara 850 dan 2550 mg metformin juga menunjukkan perubahan biomarker disfungsi endotel dan pasien diikuti selama 52 bulan. Hasilnya nunjukin kadar biomarker disfungsi endotel yang berkurang, tapi bukan E-selectin terlarut atau albumin urin. Data metabolomik pasien T2DM yang diobati metformin juga nunjukin bahwa kadar asam amino citrulline lebih rendah dibandingkan kontrol, dan ini bisa jadi berhubungan dengan peningkatan generasi NO dari arginin dan peningkatan aktivitas eNOS, jadi dukung literatur bahwa metformin melindungi sistem kardiovaskular lewat peningkatan generasi NO.

Metformin juga langsung melindungi endotelium dari disfungsi yang diinduksi hiperglikemia dan penuaan dini dan berperan penting dalam deasetilase turunan SIRT1, sirtuin-1. Sirtuin-1 punya peran penting dalam regulasi angiogenesis, proteksi terhadap stres oksidatif dan penyakit kardiovaskular, dan tingkat ekspresi sirtuin-1 yang lebih tinggi dikaitkan dengan pengurangan penyakit. Sirtuin-1 juga dilaporkan nambahin proliferasi sel endotel dan nahan penuaan sel endotel aorta babi lewat mekanisme pensinyalan yang butuh ekspresi LKB1, pengatur hulu AMPK. Sirtuin-1 berperan positif dalam ngatur vasodilatasi yang bergantung pada endotel lewat deasetilasi pada sintase nitrat oksida endotel (eNOS). Efek positif metformin buat ngimbangin disfungsi endotel yang diinduksi hiperglikemia ngebuktiin peningkatan pembentukan NO.

Dalam penelitian yang sama, Triggle dkk. nunjukin peran penting reseptor nuklir yatim piatu, Nr4a1, dalam efek perlindungan endotel metformin karena manfaat metformin nggak ada dalam jaringan aorta tikus yang nggak punya reseptor nuklir yatim piatu Nr4a1. Selain itu, pada konsentrasi mikromolar rendah, baik laju konsumsi oksigen kompleks-I maupun kompleks-III mitokondria nggak dihambat, tapi dihambat kalo metformin 500 μM dipake. Ini nunjukin mekanisme kerja baru buat memediasi efek perlindungan metformin dalam pembuluh darah.

Metformin punya manfaat penting dalam melindungi fungsi endotel. Data pra-klinis dan klinis nunjukin bahwa metformin secara langsung melindungi endotel dari disfungsi yang diakibatkan oleh diabetes. Pengobatan dengan metformin juga ningkatin fungsi sintase oksida nitrat endotel (eNOS), pembentukan oksida nitrat (NO), dan meningkatkan aliran darah, yang membantu pembuangan glukosa.   Menurut data in vitro, efek metformin ini bergantung pada ekspresi deasetilase yang bergantung pada NAD+, yaitu sirtuin-1, yang menargetkan residu lisin pada eNOS. Ini tercermin dalam gambar dengan penghilangan ac, aktivasi AMPK, dan reseptor yatim piatu nuklir, NR4A1, yang punya peran penting dalam regulasi metabolisme. Ekspresi transporter OCT3 dalam membran nuklir juga memfasilitasi transportasi metformin ke dalam nukleus.
Metformin punya manfaat penting dalam melindungi fungsi endotel. 

Buat ngungkap jalur pensinyalan yang tepat antara metformin dengan keluarga reseptor nuklir NR4A, perlu penelitian lebih lanjut, tapi yang penting, reseptor yatim piatu, Nur77, ngatur lokalisasi LKB1 dan juga penting buat regulasi penyerapan glukosa ke dalam sel otot tikus. Bukti tambahan bahwa metformin melindungi fungsi mitokondria udah diberikan, dimana pengobatan tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin (STZ) dengan metformin menekan disfungsi mitokondria lewat penghambatan protein terkait dinamin (Drp1) dan ningkatin fusi mitokondria.

Metformin dan obat lain buat T2DM, kayak inhibitor SGLT2, juga bisa ngurangin peningkatan ROS endotel yang disebabkan oleh hiperglikemia, terlepas dari efek negatif pada kompleks 1, seperti penghambatan NADPH oksidase atau ngahalangin masuknya glukosa ke dalam endotelium. Jadi, berdasarkan data pra-klinis dan klinis, kita bisa simpulin kalo metformin punya efek perlindungan penting pada fungsi vaskular yang ngebantu ngimbangin perkembangan penyakit terkait vaskular dan ningkatin harapan hidup sehat.

Metformin dan Memori Hiperglikemik

Memori hiperglikemik pertama kali ditemukan pada manusia sebagai ketidakmampuan untuk mencegah perkembangan retinopati diabetik meski sudah mencapai kontrol glikemik yang baik (189). Memori hiperglikemik ini berkontribusi pada patofisiologi diabetes, bahkan setelah dimulai kontrol glikemik intensif (190, 191). Penelitian pada jaringan tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin dan sel endotel dalam kultur menunjukkan bahwa ekspresi fibronektin yang meningkat karena glukosa tidak kembali normal saat glikemia pulih (192).

Metformin terbukti bisa membalikkan memori hiperglikemia. Pada sel endotel kapiler retina sapi (BREC) dan retina tikus diabetes, kadar NF-κB yang meningkat akibat hiperglikemia, serta Bax, gen pro-apoptotik, tetap tinggi bahkan setelah kembali ke normoglikemia (193). BREC dengan SIRT1 yang dihilangkan menggunakan knockdown siRNA menunjukkan sensitivitas lebih tinggi terhadap stres hiperglikemia. Sebaliknya, ekspresi berlebih SIRT1 atau paparan metformin menghambat peningkatan ROS mitokondria dengan meningkatkan regulasi LKB1, serta menekan ekspresi NF-κB dan Bax (193). Beberapa penelitian lain juga melaporkan bahwa metformin menghambat aktivasi NF-κB, mengurangi produksi sitokin inflamasi, dan gen yang mengkode respons inflamasi, yang mendukung manfaat metformin untuk kesehatan secara keseluruhan (105, 194–196).

Olahraga, Metformin, dan Kesehatan

Olahraga ngebantu aktifin AMPK, yang akhirnya bikin glukosa masuk ke otot lebih banyak dan bikin sensitivitas insulin jadi lebih oke. Ini ngebantu ngimbangin efek jelek dari obesitas, diabetes, dan penyakit jantung, jadi bisa ngurangin masalah kesehatan dan bikin umur sehat lebih lama. Olahraga juga ngebantu nambah fungsi eNOS, yang bikin pembuluh darah jadi lebih lebar. Metformin juga dikabarkan bisa ngimbangin efek penuaan pada orang tua dan penyakit jantung. Tapi, data dari studi Program Pencegahan Diabetes yang melibatkan 3234 orang dengan pra-diabetes selama 2,8 tahun nunjukkin kalau meski metformin dan perubahan gaya hidup bisa ngurangin risiko diabetes, perubahan gaya hidup lebih ampuh.

Karena olahraga dan metformin bisa ningkatin kontrol gula darah dan keduanya bekerja lewat aktivasi AMPK, seharusnya ada efek tambahan kalau metformin dipaduin sama olahraga. Sayangnya, studi yang dilakukan malah nggak nampakin manfaat tambahan itu. Dalam studi ini, orang-orang dengan pra-diabetes ngerjain program olahraga selama 12 minggu tanpa obat, dibandingkan dengan metformin aja (2000 mg/hari), kombinasi, atau olahraga plus plasebo. Hasilnya, meski metformin dan olahraga nambah sensitivitas insulin masing-masing 55% dan 90%, kombinasi cuma nambah 30%. Hasilnya juga mirip untuk tekanan darah dan Protein C-Reaktif (CRP) yang berkurang masing-masing 7-8% versus 20-25%. Selain itu, metformin ngebatasi peningkatan VO2peak yang dihasilkan dari olahraga. Penulis bilang efek jelek metformin pada olahraga karena metformin ngebuat kadar ROS turun, jadi efek ROS untuk aktifin AMPK juga turun. Data nunjukkin kalau olahraga, bukan metformin, adalah "obat ideal."

Keraguan tambahan tentang manfaat gabungan metformin dan olahraga muncul dari dua penelitian pada orang tua. Konopka et al. ngelaporin bahwa metformin (2000 atau 1500 mg/hari untuk yang ada gangguan GI) ngebuat peningkatan sensitivitas insulin dan respirasi mitokondria yang diinduksi olahraga jadi lemah pada pasien dengan riwayat keluarga atau faktor risiko T2DM. Dalam uji coba MASTERS, metformin, meski ada peningkatan sinyal AMPK, ngebuat respons hipertrofi yang diinduksi olahraga jadi tumpul pada otot rangka orang tua yang ikut program latihan ketahanan selama 14 minggu setelah pengobatan metformin 2 minggu (1700 mg/hari, atau plasebo). Kesimpulan serupa juga didapat dari uji coba Look AHEAD yang menunjukkan metformin cuma kasih manfaat tambahan minimal. Olahraga secara umum dianggap sebagai 'Standar Emas' buat ningkatin kesehatan jantung dan paru-paru, dan analisis manfaat olahraga untuk 26 penyakit kronis nunjukkin bahwa "Olahraga sebagai Obat" itu bener. Tapi efek jelek metformin pada manfaat olahraga bikin ragu buat pake metformin kecuali buat penyakit yang udah disetujui kayak T2DM.

Pembatasan Kalori dan Jalur Sinyal Nutrisi

Beberapa mutasi genetik, kayak yang ada di jalur DAF-16 C. elegans, yang nyambung sama jalur sensor nutrisi, udah terbukti bisa nambah umur. Jadi, mutasi ini bikin kondisi fisik yang mirip dengan saat kita mengurangi asupan kalori. Pembatasan kalori sekitar 10-15% tanpa bikin malnutrisi katanya bisa bikin umur lebih panjang. Lebih jauh lagi, pembatasan kalori udah terbukti bisa memperpanjang umur berbagai makhluk hidup, kayak ragi, C. elegans, ikan, hewan pengerat, dan monyet rhesus. Pembatasan kalori juga ngebikin produksi hormon pertumbuhan, insulin, IGF1, dan faktor pertumbuhan lainnya turun, yang semua ini bisa bikin penuaan lebih cepat dan nambah risiko kematian pada berbagai spesies.

Target seluler yang bisa dipengaruhi metformin untuk bikin umur lebih panjang dan kesehatan lebih oke. Gambar ini nunjukkin gimana metformin bisa ngaruh ke penuaan sel dan nunjukkin tempat metformin bekerja di usus, di mana sebelum diserap, metformin ngebantu modifikasi mikrobioma dan nambah pelepasan faktor mirip glukagon 1 (GLP-1). Ada juga hubungan penting dengan jalur pensinyalan insulin (IRS: Insulin Receptor Substrate) dan faktor pertumbuhan mirip insulin-1 (IGF-1) serta penekan tumor kayak p53, dan juga ngaruh ke peradangan dan pensinyalan sitokin. (PI3K: Fosfatidilinositol 3-kinase); (AKT: protein kinase B); (FOXO: Forkhead Box O3); (SIRT1: NAD-dependent deacetylase sirtuin-1); (Bax: protein X terkait Bcl-2). Karena metformin ngebantu moderasi jalur pensinyalan sel yang dipengaruhi insulin, IGF-1, dan sitokin, ini bikin kesehatan dan umur lebih panjang. Metformin juga ngelawan jalur inflamasi dan nambah aktivasi AMPK, yang ngebatasi mTOR, target utama untuk modifikasi penuaan sel. Inflamasi, apoptosis, autofagi, kelangsungan hidup sel, dan sintesis protein semua dipengaruhi oleh mekanisme ini, yang semuanya berkaitan dengan percepatan penuaan.
Target seluler yang bisa dipengaruhi metformin untuk bikin umur lebih panjang dan kesehatan lebih oke.

Sebuah studi jangka panjang nunjukkin kalau pembatasan kalori jangka panjang 30% bisa ngurangin kematian terkait usia pada monyet rhesus dewasa dan ngurangin kejadian kanker serta penyakit jantung sebanyak 50% dibanding hewan kontrol. Selain nambah umur, pembatasan kalori juga ngurangin faktor risiko penyakit utama kayak diabetes dan penyakit jantung pada hewan pengerat. Studi dari Calorie Restriction Society, sekelompok orang yang milih buat batasi konsumsi kalori mereka buat nambah umur, termasuk pria dan wanita dewasa (BMI rata-rata 19,6; usia rata-rata 51 tahun; rentang usia 35-82 tahun) yang diet makanan padat nutrisi, sekitar 1800 kkal/hari selama rata-rata 6,5 tahun, dan konsumsi 30% lebih sedikit kalori daripada orang dewasa dengan usia dan jenis kelamin yang sama yang makan diet Barat standar. Mereka yang diet rendah kalori nunjukkin banyak perbaikan metabolisme kayak lemak tubuh yang turun, tekanan darah rendah, sensitivitas insulin lebih baik, dan profil lipid yang oke. Meta-analisis juga nunjukkin kalau pembatasan diet ngebikin kadar IGF-1 turun pada manusia; tapi, meskipun banyak bukti bilang kadar IGF-1 yang lebih rendah bisa nambah harapan hidup, IGF-1 penting buat homeostasis dan nggak cuma selama masa kanak-kanak, jadi ada kekhawatiran tentang efek negatif dari penurunan hormon pertumbuhan yang berlebihan.

Secara keseluruhan, temuan ini mendukung manfaat pembatasan kalori dan bikin minat pada agen farmakologis, kayak metformin, sebagai pengganti pembatasan kalori; tapi, ada beberapa pertanyaan dan batasan yang harus diatasi, kayak: 1. Berapa tingkat pembatasan kalori yang dibutuhin dan bisa diterima buat manfaat optimal? 2. Gimana cara ngindarin efek pembatasan kalori yang parah yang bisa bikin kekurangan gizi dan berdampak buruk pada kesehatan, terutama buat yang BMI-nya rendah? Pertanyaan-pertanyaan ini penting karena nggak semua penelitian nunjukkin hubungan jelas antara BMI, kelebihan berat badan, obesitas, dan kematian meskipun risiko CVD meningkat. Studi intervensi diet kayak Women's Health Initiative RCT juga kasih hasil yang bertentangan soal risiko CVD.

Proses seluler yang memediasi manfaat pembatasan kalori pada umur di spesies mamalia masih jadi perdebatan. Meskipun AMPK sering dianggap sebagai sensor nutrisi utama, ada beberapa catatan yang ngebatasin korelasi positif pada mamalia dibanding bukti yang lebih meyakinkan pada organisme eukariotik yang lebih rendah, kayak C. elegans. Misalnya, meskipun metformin bisa aktifin AMPK, belum terbukti bisa nambah umur pada hewan pengerat dan lebih kurang efektif atau nggak efektif sama sekali pada hewan yang lebih tua, termasuk C. elegans. Selain itu, menerapin data dari penelitian pada C. elegans dan hewan pengerat ke studi pada manusia yang beragam juga punya keterbatasan yang jelas.

Peniru Pembatasan Kalori

Program Pengujian Intervensi Penuaan dari Institut Nasional udah nyelidikin seberapa efektif berbagai obat, kayak aspirin, metformin, asam nordihidroguaiaretik (NDGA), dan rapamycin dalam memperpanjang umur tikus. Yang penting, metformin, sama kayak rapamycin, diketahui ngebatasi pensinyalan mTOR, dan ngebatasi jalur mTOR dengan rapamycin udah terbukti bisa nambah umur pada C. elegans, ragi, dan lalat buah. Efek metformin dalam nambah umur udah diteliti oleh Martin-Montalvo et al. pada tikus jantan, dan hasilnya nunjukkin kalau pengobatan jangka panjang dengan metformin 0,1% yang dicampur dalam makanan dari usia paruh baya bisa ningkatin kesehatan dan umur. Tapi, dosis metformin 1% malah bikin tikus lebih pendek umurnya, turun 14,4%. Efek metformin juga mirip dengan pembatasan kalori, termasuk sensitivitas insulin yang meningkat dan kolesterol yang turun. Tapi, Strong et al. nggak bisa ngerasain efek umur positif dengan metformin 0,1%, meskipun dengan kombinasi rapamycin (14 ppm) umur tikus jadi lebih panjang. Mereka bilang efek metformin dalam ningkatin sensitivitas insulin ngimbangin efek negatif rapamycin pada homeostasis glukosa. Smith et al. menunjukkan bahwa pembatasan kalori, tapi bukan metformin (dalam dosis 300 mg/kg/hari), yang bikin umur tikus Fisher-344 jantan lebih panjang, jadi metformin bukan pengganti pembatasan kalori.

Secara keseluruhan, hasil-hasil ini nunjukkin kalau jalur mTOR punya peran dalam nambah umur pada mamalia, tapi bikin penasaran kenapa metformin nggak nambah umur pada mamalia, sementara rapamycin bisa. Blagosklonny bilang efek samping metabolik dari rapamycin mungkin bagian dari cara kerja CRM-nya dan dibutuhin buat ngasih efek positif pada umur. Kalau kita terima argumen ini dan terima juga kalau metformin, meskipun ngebatasi mTOR, bukan CRM, maka metformin mungkin nggak bakal nambah umur. Satu hal yang perlu diperhatiin dari semua penelitian penuaan dengan model hewan pengerat adalah perbedaan genetik yang nyata antara hewan pengerat dan manusia, khususnya dalam respons terhadap penyakit inflamasi. Respons imun bawaan dan adaptif terhadap peradangan punya peran kunci dalam penuaan, dan perbedaan respons ini antara hewan pengerat dan manusia harus diperhatikan. Dalam hal ini, metformin mungkin punya peran penting karena dampaknya pada respons imun bawaan dan pembentukan ROS yang disebabkan oleh sitokin inflamasi.

Metformin dan Autofagi

Autofagi itu proses penting buat ngilangin protein dan organel yang rusak, ngebantu jaga fungsi sel saat kelaparan, dan kalau autofagi terhambat, itu bisa bikin penuaan jadi lebih cepat. Pembatasan kalori juga bisa ngebangkitin autofagi dan nambah umur pada C. elegans.

Xie et al. ngebahas gimana metformin, yang ngaktifin AMPK secara kronis, bisa bantu pulihin autofagi sel jantung pada tikus diabetes tipe satu. Jantung dari tikus diabetes nunjukkin penurunan fungsi AMPK dan autofagi sel jantung, serta mitokondria yang berserakan di antara miofibril yang nggak teratur dan peningkatan apoptosis. Tapi, semua ini bisa balik lagi normal setelah pengobatan jangka panjang dengan metformin. Song et al. juga bilang kalau ada hubungan antara SIRT1, AMPK, dan autofagi yang diaktifkan metformin, mendukung sinergi antara efek sirtuin-1 dan metformin dalam penuaan.

Pada tikus, ekspresi berlebihan dari Atg5, protein penting buat autofagosom, bisa ningkatin autofagi dan juga efek anti-penuaan kayak sensitivitas insulin yang lebih baik dan kontrol motorik yang oke. Selain itu, fibroblas embrionik dari tikus transgenik Atg5 kurang kena dampak kematian sel karena stres oksidatif, dan toleransi ini bisa dibalikkan dengan penghambat autofagi. Juga, siRNA yang nargetin Atg5 bisa ngeblok aktivasi metformin dari fluks autofagi dan kematian sel pada sel adenokarsinoma dalam kultur, tapi ini berdasarkan dosis tinggi (1 hingga 4 mM dan paparan 12 jam) metformin.

Secara keseluruhan, data ini nunjukkin ada hubungan antara metformin, autofagi, dan perpanjangan umur. Tapi, dalam kondisi di mana sel endotel mikrovaskular tumor dalam kultur kekurangan glukosa, metformin malah ngebatasi autofagi lewat penghambatan jalur mTOR dan mekanisme yang sebagian nggak bergantung pada AMPK. Efek metformin untuk ngebatasi autofagi cuma terlihat setelah 48 jam inkubasi dengan metformin 2 mM, dan konsentrasi yang lebih rendah, kayak 50 μM, nggak efektif. Jadi, muncul pertanyaan apakah efek yang dilaporkan dari penelitian in vitro dengan konsentrasi mM metformin bisa diterapin secara terapeutik pada manusia.

Metformin dan Penurunan Insiden Kanker

Diabetes itu katanya bisa nambah risiko berbagai jenis kanker. Ada studi lama dari tahun 2005 yang bilang kalau orang diabetes yang diobatin metformin buat T2DM punya risiko kanker lebih rendah, dan ada kemungkinan metformin itu bisa ngaruh ke penekan tumor LKB1 buat nurunin risiko kanker. Selain itu, metformin juga dibilang bisa ngebantu aktifin AMPK yang berhubungan dengan efek anti-proliferatifnya.

Banyak orang yang percaya metformin bisa melindungi dari kanker, tapi nggak semua penelitian sepakat. Misalnya, ada studi yang nggak nemuin hubungan antara metformin dan turunnya kanker kandung kemih. Terus, ada juga keraguan soal cara analisis data dari penelitian observasional. National Cancer Institute nyantumin beberapa uji klinis yang lagi jalan yang nyoba metformin buat berbagai jenis kanker, dari kanker payudara sampai kanker tiroid. Contohnya, ada studi Fase II yang mau ngeliat apakah metformin bisa nurunin risiko kanker payudara pada orang yang obesitas, dan studi ini bakal selesai sekitar pertengahan 2021. Ada juga uji coba Fase III yang bakal kelar awal tahun 2022, yang membandingkan metformin dengan plasebo pada kanker payudara stadium awal.

Metformin diduga bisa ngaruh pada kanker dengan cara ngalahin mTOR dan serin-treonin kinase, atau ribosomal S6K, baik lewat aktivasi AMPK atau jalur lain yang nggak tergantung AMPK. Beberapa orang juga mikir kalau penghambatan kompleks 1 mitokondria itu penting buat efek sitotoksik metformin, yang udah diamati di sel kanker dan didukung data yang nunjukkin kalau sel kanker yang punya kompleks 1 ragi resistan terhadap metformin tumbuh lebih lambat.

Perubahan metabolik dari diabetes (kayak hiperinsulinemia, hiperglikemia, dan dislipidemia) bisa nambah jalur pensinyalan yang bikin jaringan payudara lebih onkogenik, bikin sel tumbuh lebih cepat, migrasi, angiogenesis, metastasis, dan respons terhadap kemoterapi jadi menurun. Jadi, metformin mungkin nargetin perubahan metabolik ini daripada langsung ngaruh ke proliferasi sel. Metformin bisa nurunin glukoneogenesis di hati, ningkatin sensitivitas insulin, ngurangin kadar insulin dan glukosa darah, dan efek ini juga bisa nurunin pertumbuhan tumor.

Biasanya, konsentrasi plasma metformin waktu pengobatan diabetes kurang dari 20 μM. Tapi, banyak studi in vitro pake konsentrasi mM metformin buat nunjukkin efek anti-proliferatif pada sel tumor. Chandel et al. bilang kalau konsentrasi metformin yang lebih tinggi dibutuhin karena faktor-faktor pertumbuhan dan nutrisi, kayak glukosa, bisa ngurangin sensitivitas sel kanker terhadap metformin, yang nunjukkin pentingnya kontrol glikemik pada diabetes. Studi juga nunjukkin kalau sel kanker payudara triple negatif (TNBC) lebih sensitif terhadap metformin pada kadar glukosa rendah. Sementara itu, studi retrospektif pasien dengan T2DM dan TNBC bilang pengobatan metformin adjuvan nggak nunjukkin peningkatan kelangsungan hidup yang signifikan, jadi butuh data dari studi acak Fase III.

Metformin bisa bekerja berbeda pada beberapa jenis kanker karena ekspresi transporter yang beda-beda di sel tumor. Cai et al. nemuin kalau penyerapan metformin lebih tinggi di sel yang punya transporter OCT3 dibanding sel yang kekurangan OCT, dan hasil ini juga kelihatan pada tikus dengan tumor yang mengekspresikan OCT3 secara berlebihan. Tapi, di beberapa kasus lain, meskipun ada ekspresi tinggi dari transporter OCT3, metformin harus ada dalam konsentrasi yang sangat tinggi buat ngeliat efek yang signifikan. Jadi, tingkat ekspresi transporter bukan satu-satunya faktor yang nentuin efek anti-proliferatif metformin; variasi genetik dalam jalur pensinyalan juga berperan penting.

Intinya, karena metformin nggak selalu menunjukkan efek baik di semua kanker, masih perlu penelitian lebih lanjut buat nentuin apakah efek anti-kanker metformin itu langsung atau cuma hasil dari efek positifnya dalam kesehatan seperti peningkatan homeostasis glukosa, sensitivitas insulin, dan pengurangan sinyal lewat jalur IGF-1–mTOR.

Hubungan Antara Metformin dan Peningkatan Fungsi Neurologis

Hiperglikemia, hiperinsulinemia, stres oksidatif, penyakit pembuluh darah, dan peradangan yang sering muncul pada diabetes itu semua bikin penurunan kognitif. Berdasarkan meta-analisis, metformin diklaim bisa ngurangin penurunan kognitif dan demensia pada orang dengan T2DM.

Di Studi Penuaan Longitudinal Singapura, ada 2.365 orang dengan diabetes (usia ≥ 55) yang dipantau selama 4 tahun. Hasilnya, penggunaan metformin jangka panjang ternyata ada hubungannya dengan penurunan risiko gangguan kognitif (Mini-Mental State Exam ≤ 23). Terus, dalam studi observasional besar yang melibatkan 67.731 orang (usia ≥ 65) yang nggak punya demensia dan bukan penderita diabetes, juga dilaporkan kalau metformin bisa mengurangi risiko demensia. Selain itu, ada uji klinis yang melibatkan 58 orang dengan depresi dan T2DM, yang setelah 24 minggu menggunakan metformin atau plasebo, menunjukkan kalau metformin bisa ningkatin kinerja kognitif.

Efek metformin terhadap fungsi kognitif mungkin ada kaitannya dengan data dari sel induk saraf tikus dewasa yang menunjukkan bahwa metformin dalam konsentrasi 500 nM hingga 1 μM bisa ningkatin proliferasi dan pembaruan diri sel yang bergantung pada faktor transkripsi, Tap73, serta meningkatkan diferensiasi neuron lewat jalur protein kinase C atipikal AMPK (aPKC)-CREB-binding protein. Studi lain yang pakai tikus dengan diet tinggi lemak juga nemuin bahwa metformin bisa ningkatin pembelajaran dan memori, dan ini ada hubungannya dengan mikrobiota serta hasil positif dari transplantasi feses. Ada juga data yang nunjukkin kalau metformin bisa menargetin monoasilgliserol lipase, enzim yang bikin eikosanoid pro-inflamasi dari 2-arakidonoil gliserol, yang mungkin jadi salah satu alasan kenapa metformin bisa bantu mengobati Alzheimer. Hipotesis lain yang juga dipertimbangkan adalah kemampuan metformin buat ningkatin fungsi vaskular SSP, mirip kayak yang terjadi di perifer, mungkin juga berperan dalam peningkatan fungsi SSP.

Uji Klinis untuk Menilai Efek Metformin pada Penuaan, Usia Kesehatan, dan Harapan Hidup

Studi Metformin in Longevity Study (MILES) ini dirancang sebagai studi crossover, double-blind, di mana peserta jadi kelompok kontrol plasebo mereka sendiri. MILES mulai Oktober 2014 dan melibatkan 14 peserta lansia dengan gangguan toleransi glukosa, dengan tujuan buat lihat apakah metformin (1700 mg/hari) bisa ngubah fisiologi dan transkriptomik di jaringan otot dan lemak setelah 6 minggu pengobatan, serta untuk ngecek jalur mana yang dipengaruhi metformin dan apa perantara molekul yang terlibat. Hasil dari MILES nunjukkin kalau metformin bisa modifikasi beberapa jalur yang terkait dengan penuaan, kayak metabolisme, trimerisasi kolagen, remodeling matriks ekstraseluler (ECM), metabolisme jaringan lemak dan asam lemak, mitokondria, dan gen-gen yang berperan dalam perbaikan DNA yang menurun seiring bertambahnya usia.

Disregulasi metabolisme jaringan lemak sebelumnya udah dikaitkan sama proses deposisi ECM yang berkaitan dengan usia. Hasil dari MILES nunjukkin kalau efek metformin pada metabolisme asam lemak mirip dengan efek intervensi lain yang bisa nambah harapan hidup pada organisme model. Tapi, seperti yang diungkapkan oleh Kulkarni et al., “Temuan ini masih harus divalidasi pada jaringan dan desain studi lain, dan belum memungkinkan kita untuk mengidentifikasi tempat kerja utama metformin, yang kemudian bisa memicu perubahan yang diamati dalam ekspresi gen.”

Uji coba Targeting Aging with Metformin (TAME) adalah studi double-blind, placebo-controlled, multicenter yang rencananya bakal melibatkan 14 pusat penelitian di AS. Tergantung pada pendanaan dan persetujuan, studi ini bakal ngelibatin 3000 subjek non-diabetes berusia 65-80 tahun. Tujuan TAME adalah: 1. Ngukur hasil klinis dengan munculnya penyakit kronis baru terkait usia; 2. Ngukur hasil fungsional kayak perubahan mobilitas dengan kecepatan jalan lebih dari 10 meter, serta gangguan kognitif; 3. Mengukur biomarker penuaan kayak peradangan. Pasien bakal dapet dosis harian metformin (1500 mg) selama 6 tahun, dengan tindak lanjut diperkirakan lebih dari 3,5 tahun. Hasil dari TAME bakal ngasih insight apakah metformin bisa nurunin risiko penyakit terkait usia pada orang non-diabetes dan mungkin jadi alat untuk nargetin penuaan itu sendiri, bukan cuma penyakit terkait.

Tapi, ada juga kekhawatiran soal efek metformin yang bervariasi tergantung usia, baik pada C. elegans, hewan pengerat, maupun manusia. Ada juga peringatan dari Pyrkov et al. yang analisis data dari lebih dari 500.000 orang di Rusia, Inggris, dan AS, tentang usia biologis dan potensi perpanjangan umur: “Kedekatan titik kritis ini nunjukkin kalau batas umur manusia yang nyata mungkin nggak bisa ditingkatin dengan terapi yang nargetin penyakit kronis tertentu atau sindrom kelemahan.”

Beberapa uji klinis lain juga lagi jalan. NCT04264897 adalah studi Fase 3 acak, double-blind, placebo-controlled dengan 148 peserta yang bakal selesai April 2024, buat bandingin efek metformin pada sensitivitas insulin dan fungsi mitokondria antara yang sensitif dan resistan insulin. NCT02570672 adalah studi Fase 2 dengan 120 orang usia 65-90 tahun yang punya pra-diabetes, diobati dengan 1000 mg metformin dua kali sehari, dan bakal selesai Oktober 2024. Kelemahan bakal dinilai dengan penilaian standar. Ada juga studi Fase 1, Peran Metformin pada Kesehatan Otot Orang Dewasa Lanjut Usia (NCT03107884), yang bakal selesai April 2022, untuk lihat apakah metformin bisa ngimbangin efek negatif istirahat di tempat tidur pada akumulasi lipid, peradangan, resistensi insulin, dan kehilangan otot. Hasil dari studi-studi ini bakal sangat berguna buat menilai manfaat metformin dalam rentang kesehatan dan memperbaiki studi-studi besar di masa depan kayak TAME.

Kesimpulan

Berdasarkan penggunaan selama 60 tahun sebagai obat anti-diabetes untuk T2DM, metformin dianggap relatif aman. Sekarang, metformin juga sudah tidak dilindungi paten, jadi harganya lebih terjangkau. Dengan semua atribut ini dan banyaknya literatur yang mendukung manfaatnya untuk diabetes, obesitas, penyakit jantung, serta kemungkinan manfaat untuk kanker dan demensia, ada argumen kuat untuk menggunakan metformin lebih luas sebagai profilaksis untuk melawan efek penuaan dan memperpanjang rentang kesehatan dan umur.

Namun, kami juga mengkritik beberapa studi klinis dan laboratorium utama yang menunjukkan bahwa metformin, meskipun efektif untuk menurunkan gula darah, mungkin juga bisa memperlambat penuaan sel dan meningkatkan rentang kesehatan dan umur. Metformin dapat memperlambat penuaan melalui efeknya pada fungsi vaskular, dengan memperbaiki aliran darah dan memberikan perlindungan terhadap penurunan kognitif terkait usia. Tapi, data tidak selalu mendukung hal ini, dan metformin mungkin kurang efektif atau bahkan tidak efektif pada orang yang lebih tua, seperti yang terlihat pada C. elegans dan tikus.

Kami juga menekankan bahwa metformin harus digunakan dengan hati-hati karena banyak studi in vitro yang menggunakan konsentrasi tinggi, yang mungkin tidak mencerminkan efektivitas klinis dengan konsentrasi plasma yang jauh lebih rendah. Terlebih lagi, jika digunakan untuk mencegah penuaan, metformin bisa mengurangi dorongan untuk melakukan perubahan gaya hidup seperti pola makan sehat dan olahraga. Penggunaan metformin jangka panjang juga bisa menyebabkan kekurangan vitamin B12.

Kami menyimpulkan bahwa metformin tidak boleh dianggap sebagai solusi cepat untuk penuaan, apalagi sampai mengabaikan intervensi non-farmakologis seperti diet dan olahraga. Meskipun metformin dapat meningkatkan rentang kesehatan bagi pasien dengan T2DM dengan menurunkan kadar gula darah dan berat badan, serta mengurangi risiko penyakit terkait diabetes seperti penyakit jantung, kanker, dan neurodegeneratif, efek positifnya pada pencegahan penyakit perlu diperhatikan dengan seksama.

Kita juga perlu menunggu hasil studi seperti MILES dan TAME untuk mendapatkan jawaban lebih pasti apakah metformin harus dipromosikan untuk penggunaan lebih luas dalam meningkatkan rentang kesehatan dan umur. Yang paling penting adalah kita memerlukan bukti dari studi prospektif pada berbagai kelompok usia, tanpa penyakit kronis, untuk menentukan apakah metformin benar-benar menawarkan manfaat lebih dari sekadar mengurangi beban penyakit yang sudah ada.

Referensi

Mohammed, I., Hollenberg, MD, Ding, H., & Triggle, CR (2021). Tinjauan Kritis terhadap Bukti Bahwa Metformin Merupakan Obat Anti-Penuaan yang Diduga Dapat Meningkatkan Kesehatan dan Memperpanjang Usia. Frontiers in Endocrinology , 12 , 718942. https://doi.org/10.3389/fendo.2021.718942

Muhammad Ikmaluddin Furqon
Muhammad Ikmaluddin Furqon Hai nama saya adalah ikmal, saya adalah seorang dokter muda yang saat ini sedang menjalankan program profesi dokter, sembari belajar kedokteran saya akan membuat artikel-artikel penelitian di blog ini

Tidak ada komentar untuk "Bukti Metformin untuk Obat Anti Penuaan"