Pengaruh Usia Pasien dan Dosis terhadap Efek Samping Metformin

Pendahuluan

Diabetes mellitus (DM) tuh penyakit yang makin lama makin banyak orang kena, baik di negara maju maupun berkembang. Karena itu, DM jadi masalah kesehatan global, bro. Hampir 80% kematian karena DM terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (Suiraoka, 2018). Diabetes tipe 2 (DMT2) adalah tipe diabetes yang paling umum di seluruh dunia, sekitar 90% dari kasus global. Tahun 2000, ada 171 juta penderita diabetes di dunia, dan diperkirakan akan naik jadi 366 juta tahun 2030, jadi penyebab kematian ke-7 di dunia (WHO, 2013). Indonesia adalah negara keempat dengan prevalensi DM tertinggi (Simatupang et al., 2013). Provinsi Kalimantan Barat adalah provinsi dengan kejadian DM tertinggi di Kalimantan, dengan jumlah penderita sebanyak 3.072.734 (RISKESDAS, 2018).

American Diabetes Association (ADA), American Association of Clinical Endocrinologists, dan American Academy of Endocrinologists (AACE) merekomendasikan bahwa kalo intervensi gaya hidup nggak bisa nurunin kadar gula darah, metformin bisa digunakan sebagai obat anti-diabetes lini pertama buat memulai pengobatan diabetes tipe 2 (Inzucchi et al., 2012); (Rodbard et al., 2009); (Kooy et al., 2009). Hasil Program Pencegahan Diabetes (DPP) berdasarkan keamanan obat, biaya obat, dan tingkat kemanfaatan obat, menunjukkan bahwa jenis obat oral yang banyak digunakan adalah metformin pada pasien diabetes tipe 2 (Sari et al., 2016).

Metformin adalah pilihan pertama buat obat antidiabetik oral, tapi sering menyebabkan reaksi obat yang merugikan (ROM) karena efek samping penyakit gastrointestinal (seperti diare, mual, muntah, dan perut kembung). Metformin juga sering dikombinasikan dengan obat lain seperti glimepirid. Faktor risiko terkait efek samping penggunaan metformin, terutama penyakit saluran cerna, dipengaruhi oleh usia, dosis, dan cara penggunaan metformin (Joddy Sutama Putra et al., 2017). Seiring bertambahnya usia, tubuh manusia akan mengalami berbagai perubahan terutama fungsi dan struktur ginjal (Komariah et al., 2020). Penurunan kecil pada fungsi ginjal adalah proses normal pada setiap kelompok umur (Irawan, 2010). Usia 30 tahun, kapasitas ginjal akan menurun, dan 90% karakteristik dari segi farmakokinetik metformin, metformin akan diekskresikan dalam bentuk tidak berubah pada urin. Faktor pemberian obat yang dimulai dengan makan dan dimulai dengan dosis rendah dan tidak melebihi dosis harian maksimum (>2.550 mg/hari) bisa meminimalkan frekuensi efek samping metformin. Kejadian efek samping metformin sering terjadi pada awal penggunaan, yang bisa menyebabkan pasien berhenti mengonsumsi obat, sehingga membuat pengendalian glukosa darah nggak bisa mencapai tujuan pengobatan (Inzucchi et al., 2012).

Riwayat Kesehatan Responden terkait Diabetes dan Terapinya
Riwayat Kesehatan Responden terkait Diabetes dan Terapinya

Pembahasan

Jadi, dari 54 orang yang di-survey, ada 14 orang (25,9%) yang tinggal di Pontianak. Kalau dilihat dari jenis kelamin, ada 38,9% cowok dan 61,1% cewek. Menurut Dipiro (2008), cewek lebih banyak yang kena diabetes karena faktor-faktor kayak pernah hamil dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg, pernah diabetes waktu hamil (diabetes gestasional), obesitas, pakai kontrasepsi oral, dan stres yang tinggi. Ditambah lagi, sindrom menstruasi (PMS) dan pascamenopause bisa bikin lemak numpuk di tubuh. Ibu hamil juga sering mengalami ketidakseimbangan hormon. Hormon progesteron naik, yang bikin kadar gula darah juga naik. Makanya, cewek lebih berisiko kena diabetes tipe 2 (Irawan, 2010).

Responden dalam penelitian ini adalah pasien diabetes tipe 2 yang baru didiagnosis kurang dari 1 tahun. Biasanya, pasien diabetes lebih sering minum obat waktu baru diagnosis, dan semakin lama sakitnya, semakin tinggi ketidakpatuhan minum obat (Fandinata et al., 2020). Selain diabetes tipe 2, responden juga ada yang kena 4 penyakit lain: hipertensi 42,8%, kolesterol 21,4%, tukak lambung 28,6%, dan asma 7,2%. Hipertensi ini yang paling sering jadi komplikasi karena dia faktor risiko utama untuk diabetes (Putra, 2019). Menurut penelitian Putra (2019), ada hubungan antara kadar gula darah dan tekanan darah tinggi di RSUP Sanglah. Tekanan darah tinggi bisa bikin sel-sel jadi nggak sensitif sama insulin, dan insulin kan penting buat ambil glukosa dari darah, jadi kalau selnya resisten sama insulin, kadar gula darah juga bakal rusak.

Penelitian Aya et al. (2019) bilang kadar gula darah bisa bikin kadar lemak darah naik juga. Jadi, makin tinggi kadar gula darah, makin tinggi kadar kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida. Diabetes juga bisa pengaruhi struktur dan fungsi paru-paru, dan dianggap sebagai faktor risiko baru buat PPOK. Penderita diabetes yang kontrol gula darahnya nggak baik punya fungsi paru-paru yang lebih rendah dibanding yang kadar gula darahnya normal. Subjek dengan kadar gula darah yang nggak mencukupi juga punya tingkat penanda inflamasi yang lebih tinggi (TNF-α, ferritin, fibrinogen, dan CRP), yang nunjukin hubungan potensial (Retno et al., 2019).

Kalau ngomongin obat, responden banyak yang pake metformin barengan dengan obat lain, kayak Amlodipin 11,1%, Vitamin B 1,9%, dan yang nggak pake obat lain ada 87%. Metformin ini ada aturannya: sebelum makan (ac), sesudah makan (pc), atau barengan makan (dc). Ternyata, yang paling banyak ngikutin aturan sesudah makan 61,1%, barengan makan 20,4%, dan sebelum makan 18,5%. Kalau dipake sesudah/bersamaan makan, efek sampingnya bisa diminimalisir. Perbedaan aturan pakai ini mungkin karena kurangnya komunikasi antara tenaga kesehatan dan pasien. Metformin adalah obat diabetes yang biasanya dipake barengan atau sesudah makan (American Pharmacists Association, 2009).

Efek samping metformin banyak, terutama di awal pemakaian. Ada 5 efek samping yang sering muncul, yaitu mual, muntah, diare, perut kembung, dan hipoglikemia. Mual ini yang paling sering terjadi 31,5%, diikuti perut kembung 14,8%, hipoglikemia 13%, muntah 9,3%, dan diare 3,6%. Yang nggak merasakan efek samping ada 27,8%. Berdasarkan Drug Information Handbook Edisi 17 (2009), efek samping umum metformin adalah gangguan gastrointestinal. Menurut studi Putra (2017), efek samping yang sering muncul adalah mual (18,52%), muntah (3,7%), dan hipoglikemia (11,11%). Mual, muntah, dan diare ini bisa terjadi karena metformin bikin sekresi getah lambung meningkat, sekresi VIP (vasoactive intestinal peptide), dan menginduksi refluks duodenogastrik. Metformin juga mempengaruhi reseptor serotonin tipe 3 (5-HT 3) di sistem saraf, yang bikin mual dan muntah. Metformin adalah obat anti diabetes biguanide yang bisa bikin hipoglikemia karena menurunkan produksi glukosa hati dan penurunan pengambilan glukosa (Departemen Kesehatan, 2005).

Kalau soal usia, rentang usia terbanyak adalah 40-49 tahun (48,1%) dengan usia terbanyak 48 tahun. Usia lebih dari 40 tahun punya risiko 6 kali lebih tinggi kena diabetes tipe 2 (Mildawati et al., 2019). Usia terendah adalah di kelompok ≥ 50 tahun (22,2%). Soalnya, kuesioner diisi online, dan orang tua yang di atas 50 tahun mungkin lebih susah mengisi kuesioner online dibanding yang lebih muda. Menurut Hope et al. (2014), pengguna internet di usia 55 tahun ke atas cuma 2%, karena gap generasi dan kurangnya keahlian akses teknologi digital.

Dosis metformin yang dipake dalam sehari dibagi jadi 3 kelompok: 1 x 500 mg, 2 x 500 mg, dan 3 x 500 mg. Dosis 3 x 500 mg yang paling banyak dipake oleh 23 responden (42,6%), sedangkan dosis 1 x 500 mg paling sedikit dipake oleh 14 responden (25,9%).

Hasil uji statistik antara faktor usia dengan risiko efek samping metformin pake uji Chi-square tabel 2x3 dapet nilai p-value < 0,05 (p-value = 0,033) dengan odds ratio sebesar 6,908. Artinya, semakin tua usia, risiko efek samping metformin jadi 6,908 kali lebih besar. Jadi, ada hubungan antara usia dengan risiko efek samping obat metformin. Efek samping ini bisa disebabkan oleh usia, obat, penyakit lain, dan genetik (Joddy Sutama Putra et al., 2017).

Ini nunjukin kalau usia adalah faktor yang bisa memicu efek samping metformin. Seiring bertambahnya usia, tubuh ngalamin berbagai perubahan, terutama fungsi ginjal (Komariah et al., 2020). Penurunan fungsi ginjal sedikit adalah proses normal setelah usia 30 tahun.

Hasil uji statistik antara dosis metformin dengan risiko efek samping juga pake uji Chi-square tabel 2x3 dapet p-value <0,05 (p-value = 0,000). Artinya, ada hubungan antara dosis dan risiko efek samping obat metformin dengan odds ratio sebesar 20,614. Jadi, setiap penambahan dosis 500 mg punya risiko efek samping 20,614 kali lebih tinggi. Dosis 3 x 500 mg punya risiko efek samping paling banyak yaitu 17 responden (31,5%), sedangkan dosis 1 x 500 mg paling rendah risiko efek sampingnya yaitu 6 responden (11,1%). Jadi, semakin tinggi dosis, semakin banyak efek samping yang dialami pasien. Efek samping metformin bisa diminimalisir dengan minum obat sesudah makan dan mulai dari dosis rendah, lalu naikkan perlahan setelah 2-3 minggu. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Riwu et al. (2015) yang menunjukkan hubungan antara dosis dan risiko efek samping metformin berupa gangguan gastrointestinal (p=0,012), dengan odds ratio 4,858.

Referensi :

Dosis, E. S. (2021). Pengaruh Usia Pasien dan Dosis terhadap Efek Samping Metformin pada Pasien Diabetes Tipe 2. Jurnal Farmasi Komunitas Vol8(2), 51-58.

Muhammad Ikmaluddin Furqon
Muhammad Ikmaluddin Furqon Hai nama saya adalah ikmal, saya adalah seorang dokter muda yang saat ini sedang menjalankan program profesi dokter, sembari belajar kedokteran saya akan membuat artikel-artikel penelitian di blog ini

Tidak ada komentar untuk "Pengaruh Usia Pasien dan Dosis terhadap Efek Samping Metformin "