Perbandingan Efektivitas Metformin-Glimepirid Versus Metformin-Vildagliptin

Pendahuluan

Gangguan metabolisme yang sering banget dialami orang Indonesia tuh Diabetes Melitus. Penyebabnya tuh karena gagal sekresi insulin, jadi kadar gula darah naik dan bikin metabolisme protein, lipid, sama karbohidrat jadi kacau, banyak makanan yang bisa menyebabkan diabetes. Menurut Ardiani, Permatasari, dan Sugiatmi (2021), diabetes ini terjadi karena sel tubuh nggak merespon insulin dengan baik dan ada masalah di pankreas, khususnya di sel beta Langerhans yang harusnya produksi insulin. Terus, Sihotang, Ramadhani, dan Tahapary (2018) bilang, hampir 95% kasus diabetes ini bisa muncul komplikasi lain kayak masalah di pembuluh darah kecil dan besar, ginjal, saraf, mata, arteri perifer, jantung, sama stroke.

Diabetes Melitus tuh menduduki peringkat ketujuh sebagai penyebab kematian tertinggi di dunia, dengan prevalensi 1,9%, menurut data dari IDF (International Diabetes Federation). Tahun 2013, hampir 90% dari 382 juta penderita diabetes di dunia tuh masuk kategori Diabetes Melitus tipe 2. Reed, Bain, dan Kanamarlapudi (2021) memprediksi kalau jumlah penderita diabetes ini bakal terus naik sampai lebih dari 590 juta pasien.

Menurut data dari DEPKES RI (2020), tahun 2020, provinsi Jawa Tengah punya prevalensi diabetes melitus sampai 655.855 orang, dan 78,2% dari mereka udah dapet pelayanan kesehatan yang sesuai standar. Dari 36 kabupaten/kota di Jawa Tengah, Semarang tuh di posisi keempat dengan jumlah penderita diabetes tertinggi, yaitu 40.303 orang, dan tingkat pelayanan kesehatannya udah 100%.

Pemicu diabetes melitus tipe 2 tuh banyak, mulai dari jenis kelamin, usia, obesitas, hipertensi, kurang aktivitas fisik, pola makan, sampai masalah emosional dan psikososial (Kabosu, Adu, dan Hinga, 2019). Suryanegara, Acang, dan Suryani (2021) bilang, komplikasi di organ ginjal, jantung, mata, saraf, dan pembuluh darah bisa muncul gara-gara kadar gula darah yang nggak terkendali.

Hiperglikemia bikin darah jadi kental dan bisa memicu komplikasi, stres oksidatif, sama transkripsi NFkB. Ini bisa bikin arteri dan aorta kena plak asterosklerosis karena aktivasi mediator inflamasi dan endotel. Diabetes melitus tuh bisa bikin disabilitas sampai meninggal dunia. Suryanegara, Acang, dan Suryani (2021) bilang, perlu penanganan lebih lanjut buat diabetes yang menimbulkan gangguan kardiovaskuler.

Ada dua teknik buat ngatasi diabetes melitus, yaitu terapi non-farmakologi dan farmakologi. Di beberapa negara, obat antidiabetik (OAD) paling terkenal buat nurunin kadar gula darah di lini kedua pengobatan pasien DM tipe 2 adalah sulfonilurea (SUs) dan dipeptidyl peptidase 4 inhibitor (DPP4i) (Fadini et al., 2018). Penelitian di India menunjukkan kalau vildagliptin dan glimepirid yang dikombinasikan sama metformin bisa mencapai kontrol glikemik optimal, tapi efek samping hipoglikemia lebih banyak di kelompok glimepirid (53%) dibanding vildagliptin (3%) (Gullapalli dan Desai, 2017).

Sihotang, Ramadhani, dan Tahapary (2018) bilang, studi yang membandingkan sulfonilurea dan penghambat DPP4i masih terbatas, tapi penelitian terbaru udah nunjukin keamanan obat-obat itu meski belum menggambarkan kontrol glikemik secara menyeluruh pada pasien diabetes melitus tipe 2. Salah satu obat sulfonilurea tuh glimepirid, dan golongan DPP4i tuh vildagliptin. Jadi, peneliti tertarik buat analisis perbandingan efektivitas glimepirid dan vildagliptin sebagai kombinasi terapi metformin terhadap kadar HbA1c dan GDS pada pasien rawat jalan dengan DM tipe 2 di RS Islam Sultan Agung Semarang. Pemilihan obat yang tepat dengan minimal efek samping bisa mencegah komplikasi kronik di masa depan.

Penelitian ini pakai 2 kelompok obat kombinasi, nih. Menurut Defirson dan Lailan Azizah (2021), ada dua pertimbangan dalam resep obat buat penderita diabetes melitus, yaitu riwayat penyakit lain yang diderita sama tingkat keparahan diabetes melitus tipe 2. Efektivitas obat antidiabetik oral tergantung dari kombinasi obat yang dipakai. Rejimen pengobatan juga lihat riwayat penyakit lain dan tingkat keparahan diabetes melitus tipe 2. Keuntungan kombinasi obat adalah tingkat efektivitas bisa tercapai karena obat saling mendukung. Soelistijo et al. (2021) bilang, selain HbA1C, berat badan juga dipertimbangkan. Kalau berat badan tinggi, terapi tunggal metformin ditambah obat lain yang bisa menekan peningkatan berat badan, misalnya DPP-4.

Rata-Rata Nilai HbA1c
Rata-Rata Nilai HbA1c

Pembahasan

Penelitian ini pake 2 kelompok obat kombinasi, nih. Kata Defirson sama Lailan Azizah (2021), ada dua hal yang harus dipikirin waktu ngeresepin obat buat penderita diabetes melitus, yaitu riwayat penyakit lain yang diderita sama tingkat keparahan diabetes melitus tipe 2. Keefektifan obat antidiabetik oral itu tergantung dari kombinasi jenis obat yang dipake. Rejimen pengobatan buat penderita diabetes melitus mempertimbangkan riwayat penyakit lain yang diderita sama tingkat keparahan diabetes melitus tipe 2. Penggunaan kombinasi obat punya keuntungan karena tingkat keefektifan obat bisa tercapai, soalnya setiap obat saling mendukung efeknya.

Menurut Soelistijo dkk. (2021), selain mempertimbangkan kadar HbA1C, terapi obat juga harus mempertimbangkan berat badan. Kalau berat badan tinggi, pake terapi tunggal metformin ditambah obat lain yang bisa nahan peningkatan berat badan, misalnya DPP-4.

Dari 35 sampel yang diambil berdasarkan tabel 3, penggunaan kombinasi metformin-glimepirid lebih banyak, yaitu 19 orang (54,3%), sedangkan yang pake kombinasi metformin-vildagliptin ada 16 orang (45,7%). Metformin itu obat lini pertama buat terapi diabetes melitus tipe 2, kecuali ada kontraindikasi. Cara kerja metformin dengan ngubah metabolisme energi sel, jadi glukoneogenesis di hati dan aktivitas glukogen terhambat yang memicu penurunan glukoneogenesis. Kata Nova Hasani sama Fania Putri (2018), kombinasi glimepirid dan metformin lebih efektif dibanding yang lain. Kombinasi ini lebih efektif karena metformin bakal bekerja efektif kalo sekresi pankreas dirangsang oleh glimepirid.

Menurut Poluan, Wiyono, dan Yamlean (2020), kombinasi glimepirid dan metformin bisa menekan risiko kardiovaskuler dan hiperglikemia. Vildagliptin adalah inhibitor kuat dan selektif dari DPP-4 yang bisa ningkatin kontrol glikemik pasien DM tipe 2 dengan ningkatin respon sel α dan β terhadap gula darah. Penambahan vildagliptin sama metformin adalah kombinasi terapetik yang menguntungkan buat pasien DM tipe 2 buat ngatasi resistensi insulin dan disfungsi sel β (Al Omari dkk., 2016).

Berdasarkan penelitian ini, di tabel 4 semua pasien pake jaminan kesehatan BPJS. Kata Anggriani dkk. (2020), BPJS bisa bantu ngatasi biaya terapi diabetes melitus tipe 2 yang cenderung dilakukan secara rutin. Menurut Mariyam (2018), BPJS adalah kelembagaan yang punya tanggung jawab ke presiden buat jamin kesejahteraan rakyat.

Dalam penelitian ini, di tabel 5 rata-rata kadar HbA1c pretest kelompok metformin-glimepirid 7,93% dan postest 8,21%. Rata-rata kadar HbA1c pretest kelompok metformin-vildagliptin sebesar 7,33% dan posttest 8,06%. Kedua kelompok mengalami peningkatan nilai HbA1c, masing-masing 0,28% dan 0,73%. Meskipun ada perbedaan peningkatan HbA1c, hasil uji paired sample t test menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan rata-rata hasil pengukuran kadar HbA1c untuk pretest dan posttest kelompok yang pake metformin-glimepirid dengan nilai p=0,466>0,05 maupun metformin-vildagliptin dengan nilai p=0,099>0,05. Hasil penelitian ini nggak sesuai sama penelitian Bingi dkk. (2022) yang menyebutkan bahwa rata-rata kadar HbA1c menurun setelah menerima terapi, yaitu kelompok metformin-glimepirid sebesar 0,35% dan metformin-vildagliptin sebesar 0,50%.

Baik atau nggaknya glukosa dalam tubuh nggak bisa dilihat hanya dari indikator gula darah aja, tapi juga dari HbA1c yang dipantau secara glikemik terkait protein terglikasi selama 2 sampai 3 bulan. Ini buat menekan risiko kardiovaskuler dengan ngendaliin glukosa darah pada penderita diabetes melitus. Kata Hartini (2016), indikator paling efektif buat mantau gula darah adalah HbA1c.

Di penelitian ini, dilihat dari tabel 6 hasil uji perbandingan efektivitas metformin-glimepirid dan metformin-vildagliptin terhadap kadar HbA1c dilakukan uji T-Independent karena data terdistribusi normal p >0,05 pake program SPSS. Hasil dari SPSS pada uji T-Independent dapet nilai p=0,815>0,05 yang nunjukin nggak ada perbedaan efektivitas penggunaan kombinasi metformin-glimepirid dan metformin-vildagliptin terhadap pengukuran HbA1c pada pasien DM tipe 2. Ini sesuai sama penelitian Jamaluddin, Zulmansyah, dan Nalapraya (2022) yang menyebutkan bahwa perbandingan efektivitas obat pada pasien rawat jalan DM tipe 2 nggak ada perbedaan karena p=0,21>0,05 berdasarkan hasil pengujian dengan T-Independent.

Berdasarkan tabel 7 hasil pengujian Mann Whitney buat bandingin efektivitas metformin-glimepirid dan metformin-vildagliptin terhadap kadar gula darah pake program SPSS, dapet data nggak terdistribusi normal karena p-value melebihi 0,05, yaitu 0,778. Pernyataan ini didukung hasil riset Udayani dan Meriyani (2016) yang menyebutkan nggak ada efektivitas dari penggunaan obat antidiabetik oral terhadap kadar gula darah karena punya nilai signifikansi melebihi 0,05, yaitu 0,114. Teknik terapi farmakologi yang diimplementasikan pada pasien diabetes melitus nggak bisa efektif kalo pola hidup nggak sehat.

Riset ini juga pake wawancara prospektif terhadap pasien yang kurang patuh minum obat dengan ngurangin interval obat yang diresepkan. Ini sesuai sama penelitian Udayani dan Meriyani (2016) yang bilang tingkat keefektifan obat dipengaruhi oleh interval obat. Kalo diabaikan, berdampak pada terapi yang nggak efektif dan frekuensi obat nggak selaras sama yang diresepkan.

Berdasarkan penelitian ini, peningkatan kadar HbA1c dan kadar GDS bisa disebabkan oleh jarang olahraga dan pola hidup nggak sehat yang berujung pada penurunan tingkat keefektifan obat. Menurut Marczynski dkk. (2016), pengendalian glikemik dicapai nggak cuma dengan obat-obatan aja, tapi juga lewat perubahan gaya hidup, termasuk perbaikan pola makan dan aktivitas fisik. Selain itu, pasien yang pake dua atau lebih obat buat diabetes punya risiko lebih tinggi buat nggak mencapai tingkat glikemik yang diinginkan. Kepatuhan terhadap pengobatan diabetes melitus tipe 2 adalah salah satu kendala utama buat mencapai manfaat yang diharapkan.

Referensi :

Rizkiani, A. A., & Widyaningrum, N. (2022). Perbandingan Efektivitas Metformin-Glimepirid Versus Metformin-Vildagliptin Terhadap Kadar Gula Darah Pasien Dm Tipe 2 Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang 2022. Cendekia Journal of Pharmacy, 6(2), 291-300.

Muhammad Ikmaluddin Furqon
Muhammad Ikmaluddin Furqon Hai nama saya adalah ikmal, saya adalah seorang dokter muda yang saat ini sedang menjalankan program profesi dokter, sembari belajar kedokteran saya akan membuat artikel-artikel penelitian di blog ini

Tidak ada komentar untuk "Perbandingan Efektivitas Metformin-Glimepirid Versus Metformin-Vildagliptin"