Pencegahan Stroke Primer Sekunder pada Diabetes Melitus disertai Patofisiologi

Pendahuluan

Jadi, nih, stroke tuh jadi pembunuh nomor dua di dunia tahun 2019, dengan 6,55 juta orang yang meninggal gara-gara ini. Nggak cuma itu, stroke juga bikin orang kehilangan 143 juta tahun kehidupan yang disesuaikan dengan disabilitas, gila nggak tuh? Nah, ada faktor-faktor risiko yang bisa diatur biar kita nggak kena stroke, kayak darah tinggi, kolesterol tinggi, kebiasaan merokok, obesitas, gaya hidup mager, masalah jantung kayak fibrilasi atrium, dan yang paling penting, diabetes. Diabetes tuh emang penyakit kronis yang sering banget muncul bareng faktor risiko kardiometabolik lain yang bikin risiko stroke makin tinggi. Orang yang kena diabetes punya risiko kena stroke dua kali lipat lebih besar dibanding yang nggak kena diabetes, apalagi kalau udah disesuaikan sama umur. Parahnya lagi, kalau orang diabetes udah kena stroke, mereka biasanya punya prognosis yang lebih jelek dan risiko stroke kambuhnya juga lebih gede. Masalahnya, sampai sekarang belum ada uji klinis besar yang fokus ke pencegahan stroke khusus buat orang diabetes, padahal ini jadi PR banget buat para dokter. Mengingat diabetes makin banyak aja yang kena, ahli saraf harus ngerti banget gimana cara ngatasin risiko stroke, baik yang pertama kali maupun yang kambuhan, khususnya buat orang yang diabetes. Artikel ini, nih, bakal ngasih pandangan tentang hubungan antara diabetes sama stroke, mulai dari epidemiologi, patofisiologi, hasil pasca stroke, sampai dampak obat penurun gula darah terhadap risiko stroke, biar para dokter bisa merawat pasien diabetes yang juga kena stroke dengan lebih baik. Ternyata ada hubungan antara diabetes melitus dengan sesak napas.

Diabetes Sebagai Faktor Risiko Stroke

Menurut Federasi Diabetes Internasional, sekitar 537 juta orang dewasa di usia 20-79 tahun udah hidup dengan diabetes, dan angka ini diprediksi bakal naik jadi 643 juta pada 2030 dan 783 juta pada 2045. Diabetes bisa bikin banyak komplikasi, termasuk stroke. Tahun 2019 aja, ada 12,2 juta kasus stroke baru dan 101 juta kasus stroke yang udah ada di seluruh dunia. Angka-angka ini udah meningkat banget sejak tahun 1990. Lebih jauh lagi, jumlah kasus stroke lebih tinggi di kalangan cewek dibanding cowok. Prevalensi diabetes di antara orang yang kena stroke adalah 28%, dan angka ini lebih tinggi pada mereka yang kena stroke iskemik (33%) dibanding stroke hemoragik (26%). Orang yang kena stroke iskemik dan juga punya diabetes biasanya lebih muda dan punya lebih banyak penyakit lain dibanding yang nggak punya diabetes. Selain itu, kemungkinan stroke kambuh juga lebih tinggi pada orang dengan diabetes. Meta-analisis bahkan nunjukkin kalau risiko stroke kambuh jauh lebih tinggi pada mereka yang punya riwayat stroke iskemik dan juga diabetes, dibanding yang nggak punya diabetes. Untuk menilai risiko stroke yang terkait dengan diabetes, pencarian di MEDLINE dilakukan dengan filter tertentu, dan hasilnya nunjukkin kalau diabetes memang jadi faktor risiko independen untuk stroke. Bahkan, risiko stroke lebih tinggi pada orang dengan diabetes tipe 1 atau tipe 2 dibanding yang nggak punya diabetes. Risiko stroke juga bervariasi tergantung jenis strok-nya, di mana stroke iskemik punya risiko lebih tinggi dibanding stroke hemoragik. Selain itu, ada juga perbedaan risiko stroke antara cewek dan cowok yang punya diabetes, dengan cewek yang lebih berisiko kena stroke dibanding cowok. Selain diabetes, pradiabetes juga bisa dikaitin sama risiko stroke yang lebih tinggi di masa depan. Durasi diabetes juga terkait sama risiko stroke, di mana risiko naik 3% setiap tahun dan tiga kali lipat pada mereka yang udah punya diabetes selama lebih dari 10 tahun. Beberapa faktor kayak peningkatan lesi aterosklerotik dan disfungsi endotel mungkin jadi penjelasan kenapa durasi diabetes lebih lama bisa ningkatin risiko stroke. Obesitas, hipertensi, dan komplikasi lain yang sering muncul bareng diabetes juga ikut ningkatin risiko stroke. Bahkan, komplikasi terkait diabetes mungkin udah ada saat diagnosis diabetes pertama kali.

Hubungan patofisiologis antara diabetes dan stroke

Stroke iskemik itu bisa disebabkan sama tiga faktor utama: aterosklerosis arteri besar, penyakit pembuluh darah kecil otak (SVD), dan emboli jantung. Nah, diabetes itu bisa ikut main di tiap-tiap mekanisme utama ini.

Mekanisme patofisiologi potensial di mana diabetes menyebabkan stroke (iskemik).
Mekanisme patofisiologi potensial di mana diabetes menyebabkan stroke (iskemik).


Aterosklerosis Arteri Besar

Aterosklerosis di arteri servikal dan intrakranial jadi salah satu biang kerok utama stroke iskemik. Baik diabetes tipe 1 (T1D) maupun tipe 2 (T2D) bikin perkembangan aterosklerosis makin cepat. Dislipidemia, hiperglikemia, sama resistensi insulin yang sering nongol di penderita diabetes bikin dinding arteri gampang kena plak aterosklerotik. Peradangan juga berperan penting dalam pembentukan plak ini, dan di penderita diabetes, respons inflamasi biasanya lebih kuat dengan meningkatnya kadar protein C-reaktif (CRP).

Penyakit Pembuluh Darah Kecil Otak (SVD)

Disfungsi mikrovaskular serebral sering banget muncul di orang yang punya diabetes atau pradiabetes, yang bisa bikin mereka rentan kena stroke lakuna atau hemoragik. Diperkirakan sekitar 25% dari semua stroke iskemik dipengaruhi sama SVD serebral ini. Hiperglikemia, obesitas, resistensi insulin, dan hipertensi adalah faktor-faktor utama yang memicu disfungsi mikrovaskular serebral pada penderita diabetes. Kekakuan arteri yang meningkat pada penderita diabetes juga bikin pembuluh darah kecil di otak lebih rentan kena aliran darah yang nggak normal. Stres oksidatif dan peradangan yang meningkat pada diabetes juga ikut andil dalam disfungsi endotel mikrovaskular, yang dianggap sebagai pemicu awal SVD.

Emboli Jantung

Fibrilasi atrium adalah salah satu penyebab stroke kardioembolik yang paling sering, dan orang dengan diabetes tipe 2 punya risiko 35% lebih tinggi buat kena kondisi ini dibanding orang biasa. Meskipun mekanismenya masih agak misterius, diduga peningkatan kadar spesies oksigen reaktif dan produk akhir glikasi lanjut pada diabetes bisa memicu perubahan di atrium yang pada akhirnya meningkatkan risiko fibrilasi atrium.

Hiperglikemia Sebagai Prediktor Hasil Buruk pada Stroke

Jadi, gini nih, hiperglikemia atau gula darah tinggi sering banget muncul pas awal-awal stroke. Bahkan, sekitar dua pertiga dari semua tipe stroke iskemik dilaporkan mengalami hiperglikemia saat pertama kali masuk rumah sakit. Yang bikin ribet, hubungan antara stroke dan hiperglikemia ini kayak lingkaran setan: hiperglikemia bisa bikin hasil stroke makin parah, tapi stroke yang parah juga bisa bikin gula darah naik.

Ada dua mekanisme yang mungkin jadi penyebab hiperglikemia akut setelah stroke iskemik. Pertama, reaksi stres yang bikin aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal aktif, sehingga kadar glukokortikoid naik dan sistem saraf simpatik aktif. Kedua, respons imun yang meningkat dan bikin resistensi insulin pasca stroke. Buktinya, semakin parah stroke-nya, semakin tinggi juga tingkat hiperglikemianya.

Nah, hiperglikemia akut saat stroke iskemik ini ternyata bisa bikin hasil yang buruk. Orang yang punya hiperglikemia pas stroke iskemik, apalagi kalau mereka nggak punya riwayat diabetes sebelumnya, punya risiko kematian lebih tinggi di rumah sakit atau dalam 30 hari pertama setelah stroke dibandingkan sama yang kadar gula darahnya normal. Dan, makin lama hiperglikemianya berlanjut setelah stroke, makin buruk juga hasil klinisnya.

Meskipun begitu, kontrol gula darah yang ketat saat stroke iskemik akut ternyata belum terbukti bisa memperbaiki hasil klinis. Intinya, hubungan antara hiperglikemia dan hasil yang buruk setelah stroke ini nggak terpengaruh sama faktor lain kayak umur, tingkat keparahan stroke, atau ukuran infark. Hiperglikemia bisa memperparah kerusakan otak dengan berbagai cara, seperti gangguan rekanalisasi, penurunan reperfusi, peningkatan cedera reperfusi, sampai cedera jaringan langsung.

Dampak Paska Stroke pada Penderita Diabetes Melitus

Jadi, untuk ngecek hubungan antara diabetes dan hasil pasca-stroke, ada pencarian di MEDLINE yang ngelacak artikel dengan kata "stroke" dan "diabetes" di judul, plus "hasil" di teks. Dari 672 hasil, akhirnya ada 14 penelitian yang masuk kriteria, sementara 658 lainnya nggak dimasukkan. Dari studi-studi ini, mayoritas, meskipun nggak semuanya, nunjukin kalau orang yang kena stroke dan punya diabetes ternyata hasilnya lebih buruk dibanding mereka yang stroke tapi nggak punya diabetes.

Misalnya nih, angka kematian setelah pulang dari rumah sakit lebih tinggi pada pasien stroke iskemik yang juga punya diabetes. Nggak cuma itu, median kelangsungan hidup juga lebih pendek pada pasien stroke (baik iskemik atau hemoragik) yang punya diabetes dibanding yang nggak. Yang menarik, tingkat keparahan stroke itu sendiri ternyata nggak bisa sepenuhnya menjelaskan kenapa angka kematian dan kelangsungan hidup jadi lebih buruk pada pasien dengan diabetes. Biasanya, pasien dengan stroke yang punya diabetes juga cenderung dirawat di rumah sakit lebih lama.

Selain itu, ada meta-analisis yang bilang kalau risiko stroke kambuhan lebih tinggi pada pasien stroke iskemik yang punya diabetes dibanding yang nggak punya. Tapi, yang perlu diingat, kadar HbA1c—yang biasa jadi ukuran kontrol gula darah jangka panjang—ternyata nggak punya hubungan sama risiko stroke kambuhan ini.

Nggak cuma itu, diabetes juga bisa bikin kinerja kognitif pasca-stroke jadi lebih buruk. Misalnya, orang dengan diabetes tipe 2 (T2D) cenderung performa kognitifnya lebih jelek 3-6 bulan setelah stroke iskemik dibanding yang nggak punya T2D. Meski mekanismenya belum jelas, ada dugaan kalau proses peradangan yang terkait dengan diabetes bisa memperparah kerusakan otak akibat stroke. Selain itu, diabetes juga bisa nyumbang ke patologi vaskular dan neurodegeneratif yang akhirnya bikin penurunan kognitif makin parah.

Jadi, jelas banget kalau kontrol faktor risiko penyakit vaskular, termasuk diabetes, penting banget buat ngurangi dampak buruk dari disfungsi kognitif setelah stroke.

Pencegahan Stroke pada Penderita Diabetes atau Pradiabetes

Kalau ngomongin pencegahan stroke buat orang yang punya diabetes atau pradiabetes, manajemen risiko jadi kuncinya. Ini bisa dilakukan lewat perubahan gaya hidup atau intervensi farmakologis dan bedah. Nah, beberapa studi nunjukin kalau penanganan faktor risiko yang intensif bisa secara signifikan ngurangin risiko stroke pertama dan stroke berulang pada orang dengan diabetes tipe 2 (T2D).

Misalnya nih, ada penelitian di Denmark yang bilang risiko stroke iskemik pertama turun setengahnya dari tahun 1996 sampai 2015 buat pasien dengan T2D yang nggak punya penyakit kardiovaskular aterosklerotik (ASCVD) sebelumnya. Ini bertepatan sama meningkatnya penggunaan obat kardiovaskular profilaksis, kayak statin dan obat antihipertensi.

Tapi, kadang ahli saraf yang nanganin pasien stroke lebih fokus ke masalah kayak fibrilasi atrium, stenosis karotis, hipertensi, dan hiperlipidemia, ketimbang ngurus diabetesnya. Padahal, manajemen diabetes itu penting banget, terutama karena bukti terbaru nunjukin kalau beberapa obat penurun glukosa bisa bantu ngurangin risiko stroke.

Manfaat Deteksi Dini dan Pengobatan Diabetes

Kalau ada orang yang baru aja kena stroke, penting buat nyari tahu apakah mereka punya diabetes. Kalau udah ada riwayat diabetes dan udah minum obat penurun glukosa saat kena stroke, manajemen diabetesnya harus dioptimalin. Nah, buat yang belum punya riwayat diabetes, AHA/ASA rekomendasiin buat screening pradiabetes/diabetes pakai tes HbA1c, tes toleransi glukosa oral, atau tes glukosa darah puasa setelah stroke iskemik atau TIA.

Meskipun hiperglikemia akut dan kronis sering dikaitin sama stroke yang parah, kontrol gula darah yang ketat belum tentu bisa mencegah kejadian makrovaskular kayak stroke. Tapi, pendekatan multifaktorial yang nge-handle glukosa, tekanan darah, dan lipid, ditambah pakai inhibitor sistem renin-angiotensin, statin, dan aspirin (kalau cocok), udah terbukti bisa ngurangin komplikasi mikrovaskular dan kardiovaskular pada diabetes, serta ngurangin risiko stroke setelah diikuti selama 21 tahun.

Obat-Obatan Penurun Risiko Stroke

Sekarang ada banyak jenis obat penurun glukosa non-insulin, kayak GLP-1 RA, SGLT-2i, DPP-4i, sulfonilurea, metformin, dan lain-lain. Beberapa obat ini udah terbukti dalam uji coba hasil kardiovaskular (CVOT) bisa ngurangin risiko kejadian kardiovaskular buruk mayor (MACE). Misalnya, SGLT-2i dan GLP-1 RA udah terbukti bisa ngurangin risiko MACE dalam uji coba besar, jadi nggak heran kalau obat-obatan ini direkomendasiin dalam pedoman internasional.

Pencegahan Stroke Primer dan Sekunder

terapi diabetes mengurangi risiko stroke
terapi diabetes mengurangi risiko stroke


Meta-analisis dari uji coba terkontrol acak berdurasi lebih dari 12 bulan yang melibatkan agen penurun glukosa nunjukin kalau sebagian besar terapi ini nggak punya efek yang signifikan terhadap risiko stroke, kecuali tiazolidinedion dan GLP-1 RA.

Misalnya, pioglitazon (dari golongan tiazolidinedion) udah diteliti dalam uji coba IRIS buat pencegahan stroke sekunder, dan hasilnya nunjukin kalau orang yang baru aja kena stroke iskemik atau TIA dan punya resistensi insulin (tapi bukan diabetes) bisa turunin risiko stroke atau serangan jantung kalau minum pioglitazon. Tapi, SGLT-2is belum terbukti punya efek spesifik buat pencegahan stroke sekunder.

Rekomendasi Klinis

Dalam panduan klinis terbaru, SGLT-2is dan GLP-1 RA direkomendasiin buat orang dengan T2D dan ASCVD buat ngurangin risiko MACE, terlepas dari kontrol glukosa dan penggunaan metformin. Tapi, meskipun ada manfaat dari obat-obatan ini, kayak GLP-1 RA, belum ada uji coba klinis besar yang secara khusus didedikasikan buat pencegahan stroke sekunder pada pasien diabetes. Makanya, pendekatan multifaktorial plus obat-obatan ini jadi langkah yang direkomendasiin buat ngurangin risiko stroke pada orang dengan diabetes atau pradiabetes.


Kesimpulan

Dari berbagai studi epidemiologi, udah jelas bahwa diabetes itu faktor risiko stroke yang nggak bisa dianggap enteng. Ada beberapa mekanisme patofisiologis yang bikin diabetes bisa menyebabkan stroke iskemik, kayak aterosklerosis arteri besar, SVD serebral, dan emboli jantung. Selain itu, orang dengan diabetes nggak hanya punya risiko stroke yang lebih tinggi, tapi juga umumnya hasil pasca-stroke mereka lebih buruk dibandingkan dengan yang nggak punya diabetes.

Hiperglikemia saat stroke juga bisa jadi prediktor hasil pasca-stroke yang lebih buruk dibandingkan dengan normoglikemia. Tapi, meskipun penurunan glukosa secara intensif selama fase akut pasca-stroke nggak terbukti ningkatin hasil stroke, manajemen komprehensif dari semua faktor risiko vaskular yang bisa dimodifikasi tetap penting. Jadi, strategi perawatan harus disesuaikan dengan kondisi pasien dan mempertimbangkan komorbiditas.

Kontrol kronis hiperglikemia sendiri nggak berhubungan langsung dengan penurunan risiko stroke. Oleh karena itu, manajemen diabetes pada pasien stroke perlu lebih dari sekadar kontrol glukosa. Beberapa obat penurun glukosa, seperti GLP-1 RA dan pioglitazone, mungkin punya manfaat tambahan dalam pencegahan stroke, berkat efek kardiovaskulernya yang bermanfaat meski tanpa memperhatikan kontrol glikemik. Jadi, para ahli saraf perlu ngerti manfaat obat-obatan ini agar bisa memasukkannya dengan tepat dalam strategi pencegahan stroke untuk pasien diabetes.


Referensi : 

Mosenzon, O., Cheng, A. Y., Rabinstein, A. A., & Sacco, S. (2023). Diabetes and Stroke: What Are the Connections?. Journal of stroke25(1), 26–38. https://doi.org/10.5853/jos.2022.02306

Muhammad Ikmaluddin Furqon
Muhammad Ikmaluddin Furqon Hai nama saya adalah ikmal, saya adalah seorang dokter muda yang saat ini sedang menjalankan program profesi dokter, sembari belajar kedokteran saya akan membuat artikel-artikel penelitian di blog ini

Tidak ada komentar untuk "Pencegahan Stroke Primer Sekunder pada Diabetes Melitus disertai Patofisiologi"