Subinvolusi Uterus: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Penanganan
Subinvolusi uterus adalah kondisi di mana uterus (rahim) gagal kembali ke ukuran normalnya setelah melahirkan. Normalnya, setelah melahirkan, uterus akan mengecil secara bertahap dalam beberapa minggu pertama sebagai bagian dari proses involusi. Namun, pada kasus subinvolusi, proses ini terganggu sehingga rahim tetap membesar atau kembali membesar setelah sempat mengecil. Selain itu ada juga yang namanya inversio uteri.
Proses Normal Involusi Uterus
Untuk memahami subinvolusi, kita perlu tahu dulu proses involusi uterus yang normal:
- Setelah melahirkan: Uterus mencapai puncak kontraksinya untuk menghentikan perdarahan. Ukuran uterus bisa mencapai pusar (umbilikus).
- Hari ke-10: Fundus uteri biasanya sudah tidak teraba dari luar abdomen.
- Minggu ke-6 hingga ke-8: Uterus kembali ke ukuran sebelum kehamilan, sekitar 50-100 gram.
Pada subinvolusi, proses ini melambat atau terhenti. Ini sering ditandai dengan uterus yang masih besar dan gejala sisa perdarahan nifas.
Penyebab Subinvolusi Uterus
Beberapa penyebab utama subinvolusi uterus meliputi:
Retensi Jaringan Plasenta:
- Jika ada sisa jaringan plasenta atau membran di dalam uterus, ini bisa menghambat kontraksi rahim dan memicu perdarahan.
- Sisa jaringan ini juga meningkatkan risiko infeksi.
Infeksi (Endometritis):
- Infeksi pada lapisan dalam rahim (endometrium) dapat menyebabkan inflamasi yang menghambat proses involusi.
- Gejala seperti demam, nyeri perut bawah, dan lochia berbau busuk sering menyertai.
Hematoma atau Bekuan Darah:
- Jika ada hematoma besar, terutama di dalam uterus atau vagina, kontraksi rahim bisa terganggu.
Multiparitas atau Overdistensi Uterus:
- Kehamilan ganda, polihidramnion, atau bayi besar dapat menyebabkan uterus terlalu meregang sehingga sulit kembali ke ukuran normal.
Gangguan Hormonal:
- Kadar oksitosin yang rendah atau sensitivitas uterus yang menurun terhadap oksitosin bisa memperlambat involusi.
Atonia Uterus:
- Rahim yang kehilangan tonus ototnya tidak dapat berkontraksi dengan baik, memicu perdarahan dan subinvolusi.
Gejala Subinvolusi Uterus
Gejala subinvolusi sering muncul beberapa hari atau minggu setelah melahirkan. Berikut adalah tanda-tandanya:
Lochia Abnormal:
- Lochia (darah nifas) tetap merah cerah (rubra) atau kembali menjadi merah setelah sebelumnya kecoklatan.
- Jumlah lochia sering berlebihan atau terus-menerus.
Nyeri Perut Bawah:
- Nyeri atau rasa tidak nyaman di perut bawah akibat rahim yang tetap membesar.
Perdarahan Abnormal:
- Perdarahan nifas yang lebih lama dari biasanya atau volume yang bertambah banyak.
Demam dan Gejala Infeksi:
- Jika disertai endometritis, pasien mungkin mengalami demam, menggigil, dan malaise.
Uterus Membesar dan Lembek:
- Pada palpasi, rahim terasa lebih besar dari yang seharusnya untuk usia postpartum tertentu.
Diagnosis Subinvolusi Uterus
Untuk menegakkan diagnosis, dokter biasanya melakukan langkah-langkah berikut:
Anamnesis:
- Menanyakan riwayat melahirkan, pola perdarahan nifas, dan adanya gejala seperti demam atau nyeri.
Pemeriksaan Fisik:
- Palpasi abdomen untuk mengevaluasi ukuran, konsistensi, dan posisi uterus.
- Pemeriksaan dalam untuk memeriksa lochia, ada tidaknya sisa plasenta, atau tanda infeksi.
Pemeriksaan Laboratorium:
- Darah lengkap untuk melihat tanda-tanda infeksi (peningkatan leukosit).
- Kultur darah atau lochia jika dicurigai adanya infeksi.
Ultrasonografi (USG):
- Pemeriksaan ini sangat penting untuk mendeteksi adanya sisa jaringan plasenta, hematoma, atau kelainan lain.
Penanganan Subinvolusi Uterus
Penanganan subinvolusi uterus tergantung pada penyebabnya. Berikut adalah pendekatan umum:
Manajemen Farmakologis:
- Oksitosin: Merangsang kontraksi uterus untuk membantu involusi.
- Metilergonovin: Digunakan jika oksitosin tidak cukup efektif.
- Antibiotik: Diberikan jika ada tanda-tanda infeksi (misalnya endometritis).
- NSAID: Untuk mengurangi nyeri dan inflamasi.
Kuretase:
- Jika USG menunjukkan sisa jaringan plasenta, prosedur kuretase dilakukan untuk membersihkannya.
Pengeluaran Hematoma:
- Jika hematoma besar terdeteksi, tindakan drainase mungkin diperlukan.
Pemantauan Ketat:
- Pasien dengan subinvolusi harus dipantau secara rutin untuk memastikan respons terhadap pengobatan dan mencegah komplikasi.
Komplikasi Subinvolusi Uterus
Jika tidak ditangani dengan baik, subinvolusi dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti:
Perdarahan Postpartum Sekunder:
- Perdarahan hebat yang terjadi setelah 24 jam hingga 6 minggu postpartum.
Infeksi Parah:
- Infeksi endometritis yang tidak diobati dapat menyebar menjadi sepsis.
Gangguan Fertilitas:
- Proses penyembuhan rahim yang terganggu bisa memengaruhi kesuburan di masa depan.
Anemia:
- Kehilangan darah yang berlebihan dapat menyebabkan anemia berat, memerlukan transfusi darah.
Pencegahan Subinvolusi Uterus
Pencegahan subinvolusi bisa dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
Manajemen Persalinan yang Baik:
- Pastikan plasenta dikeluarkan dengan sempurna setelah melahirkan.
Pemberian Oksitosin Rutin:
- Oksitosin diberikan segera setelah melahirkan untuk membantu kontraksi uterus.
Identifikasi Risiko:
- Kenali faktor risiko seperti kehamilan ganda atau bayi besar dan lakukan pemantauan lebih intensif.
Edukasi Pasien:
- Ajarkan ibu untuk mengenali tanda-tanda bahaya seperti perdarahan berlebihan atau nyeri yang tidak biasa.
Kesimpulan
Subinvolusi uterus adalah kondisi yang dapat menyebabkan komplikasi serius jika tidak ditangani dengan tepat. Pengetahuan tentang penyebab, gejala, dan cara penanganannya sangat penting bagi tenaga kesehatan dan ibu pascamelahirkan. Dengan diagnosis dini dan pengelolaan yang tepat, kondisi ini dapat diatasi dengan baik, sehingga risiko komplikasi dapat diminimalkan.
Jika Anda atau orang terdekat mengalami gejala yang mencurigakan setelah melahirkan, segera konsultasikan dengan tenaga medis untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Tidak ada komentar untuk " Subinvolusi Uterus: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Penanganan"
Posting Komentar